Sudah beberapa minggu terakhir, Linda (30), memilih berpura-pura tidur atau sakit kepala saat Ivan (31), suaminya mulai memberi tanda-tanda ingin bercinta. Bahkan kalau Ivan sedikit memaksa, Linda langsung menolak dengan alasan lelah. Akhirnya Ivan cuma bisa menghela napas, kecewa.
Linda mengerti ia telah mengecewakan Ivan, tapi apa boleh buat, ia tak bergairah sama sekali. Ia merasa kalau selama ini tak pernah mengalami kepuasan maksimal dalam bercinta. Kadang Ivan selesai lebih dulu dan tak mempedulikan perasaan Linda yang mungkin masih butuh foreplay lebih lama. Atau yang lebih parah, baru melihat Ivan pulang kantor dengan penampilan lusuh, membuat Linda sudah ogah duluan.
Sedangkan Ivan, ia hanya bisa kecewa, marah, dan kebingungan menghadapi Linda yang di awal-awal pernikahan selalu begitu bergairah. Merasa ditolak terus, Ivan pun semakin sering pulang malam, dan jarang sekali ngobrol dengan Linda. Untuk apa? Pikirnya.
Temukan penyebabnya
Hubungan seksual dalam pernikahan, making love, adalah sesuatu privilege yang ekslusif, yang sangat indah, yang merupakan perwujudan rasa cinta mendalam yang hanya boleh dinikmati dalam suatu lembaga pernikahan yang sah. Making love bagi pasangan dalam pernikahan harusnya menjadi suatu pengalaman yang dinanti dan membahagiakan bagi suami dan istri.
Namun, bagaimana bila hal itu tidak lagi menyenangkan? Bahkan menjadi rutinitas yang membosankan? Mungkin karena tidak mendapatkan kepuasan dalam bercinta atau karena dilakukan karena keterpaksaan.
Mungkin pula karena adanya perbedaan masalah selera, dan berbagai hal kecil mengganggu lainnya. Lalu bagaimana agar bercinta kembali menjadi acara yang selalu ditunggu-tunggu? Bagaimana menghidupkan kembali gairah yang hilang?
Jika relasi pasangan suami istri sehat maka tentu saja tindakan pertama adalah membicarakannya secara terbuka dengan pasangan. Apa keengganan dan keinginan-keinginan masing-masing. Misalnya, ada gaya tertentu yang membuat kita tidak nyaman atau ada fantasi yang tak terpenuhi.
Memang, banyak yang enggan mendiskusikannya. Pertama, biasanya karena malu atau tidak enak. Kedua, bingung karena tidak mengetahui kenapa tidak puas.
Dan ketiga, menganggap bahwa membicarakan seks itu tabu, jadi tak berani menyampaikan fantasinya, karena khawatir dianggap pasangannya nakal, dan sebagainya. Keempat, karena takut pula menyakiti atau menyinggung perasaan pasangannya ketika mengkritik soal "kemampuannya" dalam urusan ranjang.
Hal-hal itu kadang menahan orang hingga sulit mendiskusikan dengan pasangan. Padahal ini adalah pembicaraan terdalam dan paling privat antara suami istri.
Bagaimana jika karena masalah kepercayaan diri? Mungkin banyak istri yang merasa tubuhnya sudah tidak seindah dulu seperti sebelum menikah dan punya anak.