Lihat ke Halaman Asli

Elly Nagasaputra MK CHt

Konselor Pernikahan dan Keluarga

Pasangan Saya Tidak Mengerti Kebutuhan Saya, Lalu Bagaimana Saya dan Anak-anak?

Diperbarui: 15 Mei 2017   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapa banyak kita hadapi fenomena di kota besar ini, dimana pasangansibuk dengan pekerjaan, pergi pagi buta dan pulang ketika sudah sangat malam.Tidak ada waktu utnuk membina hubungan dengan pasangan bahkan relasi  dengan anak anak pun terabaikan. 

Seorang klien menumpahkan isi hatinya kepada Saya. Katanya, rumah tangga yang Ia bina dengan sang suami selama lima tahun lebih tengah diterpa masalah. Ketika diusut lebih dalam, jam kerja suami yang tak menentu merupakan sumber masalahnya.

Si istri tidak terima, Ia dan buah hatinya bukan lagi menjadi prioritas utama sang suami. Kadang—kata si istri, saat hari libur suaminya lebih memilih panggilan kantor daripada keluarga. Jika sudah begitu, siap-siap saja adu argumen seharian.

Jika melihat kasus di atas, kadang timbul pertanyaan dalam hati, siapa sih yang harus mengalah? Suami dan pekerjaannya atau istri dan kesabarannya?

Sebelum mencari kambing hitam dalam problematika macam ini, perlu diketahui jika pasangan yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja, tak melulu patut dicap egois.

Coba tengok akar masalahnya, pasangan yang sibuk bekerja bisa jadi memiliki dua masalah utama. Pertama, tuntutan hidup. Jika penghasilan keluarga belum memadai, bisa jadi pekerjaan ekstra waktu dan mengambil proyek sampingan adalah satu-satunya pilihan untuk menyelamatkan keluarga dari tuntutan finansial.

Lalu yang kedua, adanya tuntutan dari tempat kerja. Bisa jadi, pasangan Anda ingin segera pulang dan bercengkrama dengan Anda di rumah. Tetapi apa mau dikata, tuntutan di kantor membuatnya harus larut dalam pekerjaan yang menumpuk.

Jika masalahnya adalah karena tuntutan pekerjaan, bisa jadi, pasangan menikmati hal tersebut namun tak jarang juga karena alasan dedikasi yang tinggi. Menikmati tuntutan pekerjaan karena biasanya, menyukai posisi dan jabatan yang tengah ditempati. Jika karena dedikasi, berarti Anda memiliki pasangan yang bertanggungjawab (setidakya pada atasan, bawahan atau tugas). Ia tak mau pulang lebih dahulu dari atasan atau  bawahan atau karena pekerjaan belum selesai.

Anda sebagai pasangan, tentu berhak menegur jika suami atau istri telalu sering menghabiskan waktunya berkelut dengan pekerjaan. Anda perlu berlaku sebagai penolong dari pasangan dan bahkan memiliki KEWAJIBAN untuk menegur jika ada sesuatu yang berjalan di luar kesepakan rumah tangga. Karena jika didiamkan terlalu lama, kondisi rumah tangga akan semakin parah dan takutnya, akan sampai pada titik Anda dan pasangan bertingkah seolah-olah sudah tak lagi saling  membutuhkan.

BAGAIMANA JIKA PASANGAN MEMANG TIPIKAL WORKAHOLIC?

Jika ternyata akar masalah utama adalah pribadi pasangan yang cenderung seorang yang workaholic, hal tersebut bukan akhir dari rumah tangga Anda. Saya sering kali menemui klien yang rumah tangga akhirnya sangat bermasalah  yang ternyata pada akarnya ada pada salah satu pasangan yang  memiliki sifat gila kerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline