Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Fauzi Mujeni

Guru di SMK Salafiyah Syafi'iyyah Pangkalan Jati Depok

Tuhan, Diriku Sekarang Tidak Sedang "Mabuk"

Diperbarui: 7 Februari 2021   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gaib dapat didefinisikan sesuatu yang tidak terlihat atau diketahui secara nyata (KBBI). Namun ketika sudah diketahui secara nyata, hal itu tidak akan menjadi sesuatu yang gaib lagi.

Perlu diketahui bahwa makhluk gaib yang paling nyata adalah manusia. sehingga ketika manusia tidak mengetahui dengan benar akan dirinya, maka dapat dipastikan banyak kesimpulan yang diutarakannya berdasarkan halusinasi, salah satunya dalam memahami tentang Tuhannya.

Saya teringat dengan pepatah Arab yang mengatakan: "ketahuilah dirimu maka kamu akan mengetahui Tuhanmu".

Kalimat yang diutarakan pepatah Arab di atas dapat dijadikan rangsangan untuk meyakini bahwa benar terdapat kegaiban yang mutlak dalam diri manusia. Singkat penjelasan untuk memahami kegaiban diri sendiri saja manusia belum mampu, bagaimana ingin memamahami Tuhan sebagai satu keutuhan yang menyatu. 

Dengan kata lain, selama manusia belum memahami dirinya sehingga mencapai predikat bahwa keghaiban yang terdapat didalam dirinya merupakan kenyataan yang mutlak maka manusia masih berilusinasi tentang Tuhan bukan memahami Tuhan.

Ketika kita selalu berilusinasi tentang Tuhan dalam memahamiNya, maka kita ini masih dalam kondisi mabuk bukan ma'rifah. Perlu kita kaji bersama bahwa proses memahamiNya diperlukan kapasitas kesadaran yang sempurna, lalu bagaimana mungkin 'pemabuk' dapat memahamiNya. Kondisi Mabuk dan Ma'rifah jelas betul perbedaannya karena kesadaran mutlak dan pemberlakukannya merupakan syarat utama untuk memahamiNya. 'Pemabuk' hanya manusia yang tidak mampu mendeskripsikan dirinya dalam kondisi seperti apa? Dia hanya meraba-raba bahwa kondisi inilah puncak pemahaman yang disebut Ma'rifatullah, padahal sadar terhadap keberadaan Tuhan saja tidak dimilikinya bagaimana mungkin dia memahamiNya?

Seseorang dengan kondisinya seperti ini  tidak membumi dan tidak juga melangit tetapi berada diantara dua kondisi yang disimbolikkan dengan 'alam angan-angan' tempat para arwah gentayangan. Mereka terjebak dalam 'kemabukkan memahami Tuhan'.

Tugas manusia adalah memperjelas tingkat kesadaran setingi-tingginya dan memberlakukannya agar keghaiban dapat menjadi suatu kenyataan yang mutlak. Bukan lagi menjadi manusia yang mengikat diri dengan ritualitas yang hanya mampu memabukkan diri. Perlu kita pertegas kembali bahwa keberadaan ritualitas itu cara untuk memperjelas kenyataan terhadap keghaiban yang mutlak bukan menjadikan manusia berilusinasi yang tidak menyadari atas keberadaan Allah, Tuhan beserta hukum-Nya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline