Lihat ke Halaman Asli

Kiri-kanan Wisata Kretek (Bagian 1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

3 Oktober 2014, Hari Kretek.

Di atas rerumputan basah, di tepi jalan yang biasa dilalui para petani tembakau Dusun Lamuk, Mahayu duduk menghadap timur, menanti matahari terbit. Semalaman ia belum tidur, dan sebelumnya harus mendaki bukit dengan perjuangan panjang yang melelahkan. Beberapa kali terjatuh karena sandal plastiknya licin.

Barangkali kepalanya terasa berat. Atau justu terasa terlalu ringan seperti kapas yang melayang-layang. Matanya menatap kosong. Di sekeliling, teman-temannya mulai sibuk dengan kamera, ambil foto sana-sini. Beberapa mulai selfie dengan latar bunga-bunga tembakau. Langit mulai memerah, kabut perlahan turun meski matahari belum kunjung nongol batang hidungnya.

Perlahan Ayu meraba saku jaketnya. Mengambil bungkus rokok kesukaannya, Djarum Black. Mengambil satu batang dari kotak itu, meletakkan dengan gerakan hati-hati tangan kanannya di sela-sela bibirnya, sambil tangan kirinya meraba saku jaket dan celana, mencari-cari korek api. Apa yang dicarinya tidak ia temukan. Ia menoleh kanan-kiri, lalu bangkit dan bergabung dengan kerumunan yang sedang bercanda-tawa bercengkerama tentang alam yang indah, tanah yang subur, dan Temanggung yang makmur karena tembakau.

Ayu meminjam korek, menyalakan rokok yang sedari tadi diapit di antara dua jemarinya, menghisapnya dalam-dalam dan mengepulkan asapnya ke depan, ke arah timur. Matahari mulai timbul malu-malu. Kehangatan mulai menjalari sekujur tubuhnya.

Mungkin tak pernah terbayangkan olehnya empat tahun yang lalu, bahwa ia akan menjadi seorang perokok pasifis. Perokok yang cinta damai. Perokok yang menikmati hidup dan menghargai hidup yang diberikan oleh rokok.

Empat tahun yang lalu, Ayu menulis di blognya tentang betapa buruknya seorang perempuan yang merokok. Masyarakat yang membentuk pandangan itu. Tak lupa, Ayu juga mengingatkan bahaya rokok seperti yang banyak dikampanyekan orang-orang dunia kesehatan. Bahwa rokok bukan hanya mengandung racun A sampai Z, tapi juga racun hingga ke langit ke tujuh.

Kini, Ayu bukan hanya perokok yang bebas (dari kekangan stigma masyarakat), tapi juga seorang perokok yang tangguh, tahu hak-haknya sebagai perokok yang seringkali didiskriminasi. Bahkan dari perjalananya selama tiga hari kemarin, Ayu merasakan denyut hidup yang tinggi dari para petani tembakau, buruh kretek dan orang-orang yang terlibat di pabrikan rokok. Perlahan ia memiliki kesadaran, kretek adalah nadi ekonomi negerinya.

Tidak, Ayu tidak sedang menjilat ludahnya empat tahun lalu. Ia hanya menemukan kesenangan dan ketenangan yang lebih di sebatang kretek. Ia hanya semakin memahami kenyataan yang lebih beragam.

Cintanya kepada kretek semakin dalam.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline