Oleh: Sandy Gunarso, M.I.Kom.
Kesalahan muncul saat terjadi perbedaan pandangan atau pemikiran antara kita dan teman bicara. Perbedaan pandangan itu juga menimbulkan perbedaan persepsi/cara pandang di antara keduanya. Kemauan kita untuk mendengarkan pendapat orang lain menjadi kunci menyamakan pendapat dan persepsi, sehingga kita mampu meminimalkan terjadinya kesalahan tersebut.
Sayangnya, sebagian kita tidak bersedia mendengarkan pendapat orang lain. Kita cenderung bertahan dengan pendapat sendiri dan mengabaikan pendapat orang lain. Bahkan, kita berani mempertahankan pendapat tanpa berpegang pada data serta fakta yang benar. Akibatnya, orang lain akan menilai kita menyimpang dari kebenaran dan perlahan meninggalkan kita.
Dalam dunia profesional, kita tidak dapat menyampaikan informasi tanpa berdasarkan data yang benar. Sebab, setiap data berpengaruh besar pada keberlangsungan hidup perusahaan. Sebuah kesalahan yang kita buat akan merusak citra perusahaan, lalu berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat.
Akhirnya, perusahaan kita akan mengalami kebangkrutan. Maka, wajar bila atasan akan memperhatikan dengan detail setiap data yang kita buat. Mereka sangat cermat melihat dan mengamati hasil olahan data sehingga informasi yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam perusahaan sungguh memiliki dasar kebenaran yang akurat.
Badai serba salah itu muncul saat kita sering kali melakukan kesalahan karena tidak teliti dalam pengolahan data. Kepercayaan atasan memudar pada kita sehingga mereka menilai bahwa seluruh pekerjaan kita selalu salah.
Pertengahan tahun 2006, saat saya bekerja di sebuah rumah sakit wilayah Balaraja, Banten. Di situlah pertama kalinya saya berhadapan dengan atasan yang selalu memandang bawahannya serba salah. Tidak sekalipun terlontar dari mulut sang atasan sebuah pujian untuk seluruh pekerjaan dari bawahannya.
Laporan kami selalu dinilai salah. Atasan selalu mencurigai semua data yang kami sampaikan dalam laporan. Bahkan setiap kali rapat bersama, dia selalu membuat bawahannya menangis karena caci maki. Tidak hanya menyalahkan kerja bawahan, atasan kami itu sering kali meluapkan kekesalannya dengan penilaian pribadi para bawahannya.
Selama tiga bulan bekerja untuknya, saya pun menyerah dan memilih mengundurkan diri meninggalkan perusahaan. Saya mengaku kalah dan gagal menghadapi terpaan badai serba salah.
Dua belas tahun kemudian, tepatnya di tahun 2018, saya kembali masuk ke dalam pusaran badai serba salah. Kehidupan saya kembali terombang-ambing dalam kondisi ketidakpastian. Pikiran saya dibuat melayang dan berputar di dalam pusaran badai. Sepanjang tahun 2018, setiap tiga bulan sekali, saya dipindahkan ke bagian lain dengan waktu kerja beragam, kadang masuk pagi, kadang masuk siang, bahkan pernah bekerja di tengah malam hingga subuh. Saya kembali merasakan keputusasaan dan kehilangan arah.
Namun, karena saya sudah berpengalaman menghadapi badai serba salah, mental saya pun jauh lebih kuat. Saya berusaha berdiri bertahan di dalam pusaran badai serba salah. Saya berpegangan pada prinsip kebenaran dan aturan perusahaan. Saya mulai mengubah cara berpikir sendiri.