Lihat ke Halaman Asli

Kintangsokowetan

Selamat Datang dan selamat Membaca. Ampun Sungkan-Sungkan Nggih...

Sampah Masker Medis dan Ancaman Masalah Lingkungan Baru di Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 8 Juni 2021   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Selama pandemic covid-19 penggunaan masker adalah hal sangat vital. Sesuai pula dengan rekomendasi dari WHO yang kemudian ditindak lanjuti juga oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, yang menyarankan agar masyarakat menggunakan masker saat melakukan aktivitas di luar rumah. Pada awal pemebritahuannya, penggunaan masker anya dianjurkan pada tenaga medis dan oran yang sedang sakit, namun saat penularan virus semakin merebah, pada akhirnya penggunaan masker di terapkan secara menyeluruh kepada semua masyarakat yang melakukan aktivitas diluar rumah, kegiatan outdoor yang banyak interaksi dengan orang lain, bahkan kegiatan indoor yang banyak melakukan interaksi dengan orang lain, dalam keadaan sehat ataupun sakit semua wajib mengenakan masker. Tentunya hal ini ditujukan demi menekan angka penyebaran virus yang semakin tinggi dann mencegah penularan virus yang semakin meluas di masyarakat.

Dalam penerapannya terdapat banyak jenis masker yang bisa digunakan oleh masyarakat seperti masker bedah, masker N95, hingga masker kain. Mayoritas orang-orang lebih memilih masker bedah atau masker medis. Hal itu karena masker bedah tersebut dianggap lebih baik dalam menangkal virus daripada masker kain, karena bahan yang digunakan pada masker bedah terdapat lapisan-lapisan yang multi fungsi. Dimana lapisan luar masker bedah anti air, sehingga tidak akan ada cairan yang bisa menembus masuk. Kemudian pada lapisan dalamnya dibuat menyerap air, ini berfungsi agar cairan yang keluar dari mulut ataupun hidung kita misal saat batuk ataupun bersin tidak sampai keluar. Tentu fungsi tersebut sangat efektif untuk menghindari penularan virus covid-19 yang memang banyak menular melalui droplet. Hanya saja masker ini untuk sekali pakai.

Dari sanalah penggunaan masker sekali pakai ini pada akhirnya berpotensi besar menjadi isu lingkungan baru. Seperti yang dilakukan beberapa kelompok pelestari lingkungan yang mulai mengkhawatirkan akan sampah masker yang semkain tinggi jumlahnya dan berubah menajdi polusi baru bagi lingkungan seiring dengan pentingnya juga penggunaan masker bagi masyarakat di masa pandemic covid-19 ini untuk menekan penyebaran virus.

Tumpukan sampah masker dikatan berpotensi menjadi masalah baru bagi lingkungan karena bahan masker medis mengandung plastic polypropylene,  kemudian bagian tali pengikat bahkan penyangga masker yang terbuat dari platik dan aluminium yng kesemuanya merupakan bahan yang tak dapat didaur ulang. Pesatnya penggunaan masker sekali pakai di masyarakat terutama selama pandemic ini selain menimbulkan tumpukan sampah masker juga akan menyebabkan isu kesehatan dikarenakan dalam sampah-sampah masker tersebut masih terdapat virus yang menempel. Oleh karenanya limbah masker ini harus pendapat penanganan yang benar dalam proses pengolahan limbahnya agar tidak muncul isu-isu baru tersebut, namun dalam realitanya itu belum sepenuhnya bisa dilakukan.

Dikutip dari The Independent, Sabtu 12 Maret 2021, yang memaparkan studi barunya akan perkiraan penggunaan masker masyarakat didunia. Dimana didapat jika manusia saat ini telah menggunakan 129 miliar masker pada tiap bulannya di seluruh dunia. lewat penelitian dalam jurnal Frontiers of Environmental Science and Engineering yang memperhitungkan apabila dalam satu bulan terdapat 31 hari, maka dari itu penggunaan rerata masker sekali pakai di masyarakat mencapai 2,8 juta masker tiap menitnya.

Di Indonesia sendiri seperti yang dituliskan oleh Wilda Hayatun Nufus dalam detik.com, 2021 jika selama pandemic covid-19 selama April sampai Desember 2020 tercatat data limbah masker di Jakarta sebanyak 1.538 kilogram. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta mengatakan jika limbah masker tersebut didominasi masker sekali pakai.

Kemudian ada Imam Rachmadi Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya, yang juga memaparkan jika terdapat peningkatan limbah masker di tiga titik tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di Surabaya. Menurut Imam pada bulan Februari 2021 limbah masker di TPS Surabaya telah terkumpul sebanyak 581 kilogram, dimana dalam penuturannya pula ini merupakan peningkatan yang cukup drastis karena sebelumnya pada Agustus 2020 yang hanya berjumlah 120 kilogram. Memang dimasa pandemic seperti ini limbah masker tak hanya bermuasal dari tempat layanan kesehatan saja, meainkan juga tempat wisata, hotel, perkantoran, hingga rumah tangga.

Sebenarnya penanganan akan limbah masker telah terdapat dalam Surat edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) serta surat edaran Menteri Kesahatan dimana peerlunya pengolahan terlebih dahulu dalam penanganan limbah masker karena sampah masker termasuk dalam kategori B3 dan Infeksius yakni mendapat pengolahan sebelum dimusnahkan. Caranya yakni sampah masker harus digunting-gunting dan direndam dengan disinfektan. Hingga kemudian harus dimusnahkan dengan cara dibakar oleh alat pembakar sampah khusu dengan insenator 800 derajat celsius. Karena proses yang sangat kompleks seperti itu tak khayal jika kemudian pada akhirnya masyarakat enggan untuk mengikuti langkah tersebut, dan minimnya ketertiban masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya berimbas pada berseraknya sampah masker di bantaran sungai-sungai dan tepat lain yang tak semestinya yang dikarenakan ikut hanyut karena aliran hujan dan sebab lain.

Seperti yang dilakukan satgas naturalisasi sungai Ciliwung, kelurahan Sukaresmi, kota Bogor. Disaat menyisir bantaran sungai ditemukan hampir lebih dari 40 sampah masker berserak dalam keaadan utuh belum terpotong-potong seperti anjuran pengolahan sampah masker pada umumnya. Sampah masker pada dasaranya sama seperti sampah plastic lainnya, dimana sangat sulit terurai di tanah, butuh waktu ratusan tahun untuk mengurai. Selain itu jika terus menumpuk juga akan melepaskan zat-zat kimia dan biologis yang berbahaya bagi masyarakat, ekosistem, hewan-hewan dan tentunya lingkungan hidup. Sampah masker menimbulkan masalah yang lebih besar daripada sampah kantong plastic, dikarenakan masker dibuat dari serat plastic ukuran mikro agar tak mudah dimasuki oleh benda asing berukulan kecil. Karena itulah saat masker dibuang langsung di lingkungan tanpa pengolahan yang benar malah akan menambah daftar masalah lingkungan akibat plastic yang masih mengahantui hingga sekarang.

Daftar Rujukan

Detik.com. 2021. 1.5 ton sampah masker bekas dari rumah tangga terkumpul selama pandemic. diambil dari : detik.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline