Dalam gelar sidang perkara, terdakwa pemerkosa 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat, Herry Wirawan dituntut hukuman mati dan kebiri kimia oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tuntutan itu disampaikan jaksa dalam sidang tertutup yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
Baca juga: Jika Berani Kebiri, Indonesia Hebat!
Atas tuntutan itu, menurut pihak Kejaksaan, diberikan sesuai dengan perbuatan terdakwa yang sesuai dakwaan telah memperkosa 13 santriwati hingga hamil dan melahirkan.
Selain dihukum mati, tapi juga dikebiri kimia agar memberikan efek jera dan pihak lain yang melakukan kejahatan serupa.
Baik itu hukuman mati dan kebiri kimia selalu saja melahirkan pro dan kontra.
Memperberat hukuman pedofil dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan hukuman kebiri, apakah tepat atau justru akan menimbulkan masalah baru?
1. Menyikapi Hukuman bagi Pelaku Kejahatan Seksual terhadap Anak
Menurut Kompasianer Syaiful W. Harahap, kasus-kasus kekerasan seksual menjadi "abu-abu" karena memberikan "ruang peradilan" sebagai pembelaan bagi pelaku kejahatan.
Ada anggapan bahwa korban kejahatan seksual kelak bisa melakukan kejahatan seperti yang dialaminya, maka perlu ada klassfikasi berdasarkan kategori atau jenis kejahatan seksual yang dilakukan.
"Alangkah arifnya kalau pelaku kejahatan yang tertangkap dalam kondisi meminum miras, memakai narkoba dan menonton pornografi justru menjadikan hal itu sebagai pemberatan," tulis Kompasianer Syaiful W. Harahap. (Baca selengkapnya)
2. Hukuman Kebiri untuk Pemerkosa, Mungkinkah?
Perkosaan adalah salah satu kejahatan paling biadab. Masalah yang dihadapi korban akan menjadi semakin rumit.
Dalam sejumlah kasus, korban kehilangan nyawanya. Dalam banyak kasus lainnya, meski hidup, korban akan merasakan dampak kejahatan itu seumur hidup.