Isu internasional yang tengah ramai diperbincangkan adalah mengenai kebebasan berekspresi Prancis dalam majalah Charlie Hebdo yang dinilai menimbulkan kebencian dan provokatif.
Sejumlah tokoh dunia ikut bersuara karena isu tersebut menyangkut benturan antar budaya hingga kerukunan dalam beragama.
Kompasianer Abanggeutanyo, yang kemarin artikelnya salah satu yang populer di Kompasiana menyebutkan bahwa keberadaan Charlie Hebdo sebagai media satire kerap mengolok-olok kelompok kanan, termasuk Katolik, Yahudi, dan Islam telah lama menuai kontroversi.
Selain isu tersebut, terdapat juga 5 konten menarik untuk hari ini (31/10):
Prancis Bukan Cuma "Selebar" Charlie Hebdo
Jika Charlie Hebdo telah kehabisan idea itu adalah tugas Prancis mengarahkannya, tetapi jika Prancis kehabisan idea tentu bukan tugas Charlie Hebdo memberi arahnya.
Bagaimana kebebasan tetap berjalan tetapi juga bisa terarah. Ini jadi PR untuk Macron mewujudkannya agar nilai Prancis bukan cuma selebar Charlie Hebdo. (Baca Selengkapnya)
Mengenal Metode Beriklan: ATL, BTL, TTL, dan Iklan Tersamar
Iklan yang dibungkus berupa berita (disebut juga advetorial), atau produk yang muncul sekelabat dalam kisah di sebuah film atau sinetron, bisa juga disebut sebagai iklan tersamar. Teknik seperti ini menjadi solusi untuk menyasar kelompok yang tidak suka melihat iklan.
Kemudian, ada teknik yang relatif baru yang belum banyak ditulis dalam buku teks anak kuliahan, yakni beriklan memalui media daring, media sosial, website resmi perusahaan, atau melalui aplikasi tertentu. Termasuk pula di sini promosi dengan memanfaatkan jasa influencer, endorser dan buzzer. (Baca Selengkapnya)
Terkadang, Pakaian dan Makanan adalah Jebakan Gaya Hidup
Pakaian, tak hanya sehelai kain yang melekat di tubuh. Namun keyakinan dan kepercayaan, ilmu pengetahuan, nilai-nilai etika yang hidup di masyarakat pun termasuk pakaian.
Perbedaan cara pandang dalam memaknai pakaian, yang kemudian melahirkan gaya hidup. (Baca Selengkapnya)
Leg Kedua Pemerintahan Jokowi, Deja Vu Sindrom 2 Periode SBY
Pencapaian hebat di periode pertama SBY dan Jokowi sepertinya hilang tidak berbekas di periode kedua pemerintahannya.
Menghadapi berbagai hambatan dan tekanan dari DPR di periode pertama ketika menjabat sebagai Presiden, membuat SBY dan Jokowi memilih jalan aman di periode kedua jabatannya yakni berkompromi dengan partai koalisi demi menggalang kekuatan mayoritas partai di parlemen. (Baca Selengkapnya)