Peristiwa traumatis memang tidak selalu meninggalkan luka fisik, namun seringkali meninggalkan luka psikis dan emosional.
Sayangnya, juga berbahaya, bahwa luka traumatis itu bisa berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak bahkan hingga ia beranjak dewasa kelak.
Peristiwa traumatis yang dialami semasa kecil tidak lagi diukur seberapa besar maupun kecilnya, sebab apapun peristiwa tersebut akan selalu menakutkan bila dikenang --atau kembali mengingatnya.
Untuk itulah, sebagai orang dewasa dan/atau orang tua mesti bisa membuka percakapan dengan anak. Karena tidak semua anak-anak bisa dan mampu untuk menjelaskan isi kepala mereka. Sulit untuk mengajak mereka terbuka.
Berikut ini 5 konten terpopuler dan menarik di Kompasiana, kemarin!
1. Menyembuhkan Luka Masa Kecil
Trauma masa kecil bisa muncul ketika melihat orangtua depresi, bertengkar hebat, perang dingin, berlaku keras atau bahkan kejam.
Oleh karena itu, setiap kali trauma itu datang ketika anak tidak mendapat perhatian, penghiburan, rasa tenang, dan cinta dari orangtua yang seharusnya menjadi ruang pertama ia merasa aman. Akhirnya ketika dewasa ia sering diliputi oleh rasa takut dan khawatir. (Baca selengkapnya)
2. Masa Lalu yang Buruk Mempengaruhi Kesehatan Mental Anda
Jika Anda lebih banyak mengikatkan emosi (perasaan) dengan peristiwa masa lalu yang buruk, maka kecenderungan hidup Anda di masa kini dan masa depan kurang optimal.
Namun, sebaliknya, jika Anda mengikatkan emosi (perasaan) kepada peristiwa masa lalu yang menyenangkan maka kecenderungan Anda memiliki kehidupan yang baik di masa kini dan masa depan. (Baca selengkapnya)
3. Pengembaraan Gembala Bebek
Suwarto, namanya. Karena harga pakan yang mahal dan naik turun tak pasti maka ia memutuskan lebih baik mengajak bebeknya berkelana sambil mencari pakan alami dan lebih bergizi secara gratis. (Baca selengkapnya)
4. Daftar 8 Masalah Terbesar iPhone Menurut Pengguna Android
Berdasarkan pengalaman pribadi, setidak ini 8 masalah yang dihadapi oleh pengguna yang beralih dari Android ke iOS. (Baca selengkapnya)
5. Pandemi Mengungkap Resiliensi Generasi Y dan Z