Bukan hanya menarik, membahas tentang kesehatan mental hari-hari sekarang ini akhirnya menjadi penting. Terlebih, kini sudah banyak yang berubah: bukan hanya teknologi, melainkan perilaku masyarakatnya.
Apalagi jika merujuk seperti yang dilansir dari Medical News Today, 13 April 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi mental yang tidak adanya gangguan atau kecacatan mental.
Kesehatan mental ini mengacu pada kesejahteraan kognitif, perilaku, dan emosional.
Oleh karena itu, dalam menjaga kesehatan mental, kita perlu juga untuk tetap menjaga kesehatan dan kebahagiaan yang berkelanjutan.
Kami akan coba rangkum beberapa buah pikir hingga pengalaman dari Kompasianer terkait kesehatan mental --terlebih ketika pandemi seperti sekarang.
1. Depresi Remaja, Kegelisahan Kita Bersama
Kompasianer Ayu Diahastuti menjelaskan bahwa depresi itu bukan stres. Deprersi dan merasa stres jadi 2 hal yang berbeda.
Sebab, stres itu kondisi di mana individu merasa cemas dalam durasi sepanjang stresor hadir dalam aktivitas keseharian.
Ada frekunsi tertentu pada tiap individu yang terganggu sehingga maka tingkat stres pun akan naik dan turun.
Sedangkan depresi, tulis Kompasianer Ayu Diahastuti merujuk defini dari WHO, sebagai gangguan serius pada suasana hati yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan suasana hati (mood).
"Depresi pada remaja biasanya tidak dapat terdeteksi sejak awal, karena pada masa remaja, terjadi kekacauan emosional. Gejala mungkin dapat dilihat bila terjadi permasalahan dengan teman sebayanya, atau di lingkungan sekolah," lanjut Kompasianer Ayu Diahastuti menjelaskan.
Akan tetapi, jika kita abai pada bentuk gejala depresi yang dialami oleh remaja ini, kemungkinan terburuk yang bisa dibayangkan Kompasianer Ayu Diahastuti adalah melakukan tindak bunuh diri. (Baca selengkapnya)