Peraturan untuk tidak mengerahkan massa pada saat pendaftaran para bakal calon sudah dikeluarkan, bahwa pendaftaran peserta pilkada hanya boleh dihadiri ketua dan sekretaris partai politik, atau bakal pasangan calon.
Tetapi aturan itu kurang diperhatikan oleh peserta dan pendukung peserta. Bawaslu menyatakan, selama dua hari pendaftaran peserta Pilkada 2020 digelar, terjadi 243 dugaan pelanggaran protokol Covid-19 yang dilakukan bakal calon kepala daerah.
Pelanggaran tadi baru dari masa pendaftaran. Sedangkan ke depan ada masa kampanye. Dari itu tentu kita tidak ingin ajang pemilihan kepala daerah ini justru menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
Untuk mencegah ini benar-benar terjadi, bagaimana kalau diterapkan kampanye virutal?
Artikel mengenai penyelenggaraan Pilkada di tengah masa pandemi dan kampanye menjadi konten populer di Kompasiana beserta konten-konten lainnya.
Berikut konten-konten populer yang berhasil dirangkum Kompasiana, Jumat (11/09/2020):
Pilkada Kali Ini Beda, Bukan Lagi Waktunya "Pamer Massa"
Memang, tidak mudah untuk tidak lagi melakukan apa yang selama ini seolah menjadi 'tradisi' dalam gelaran pilkada. Karenanya, butuh kebesaran hati dari semua pihak selaku peserta Pilkada, untuk lebih menahan diri.
Mereka semua harus bisa menahan diri bahwa pilkada di era pandemi ini tidak cocok untuk melakukan show of force seperti dulu.
Tidak ada lagi cerita kampanye di lapangan terbuka yang dipenuhi massa, lalu diiringi musik seperti dulu. Bila memaksakan seperti itu, bagaimana bila tercipta klaster baru. Siapa yang mau bertanggung jawab?
Jakob Oetama, Istilah Jurnalisme Kepiting, dan Diplomasi Media Melawan Korupsi
Ia sering disebut sebagai orang yang memanusiakan 'nguwongke' orang lain dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Ini diterapkan dalam mengarahkan nilai bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia. (Baca selengkapnya)