Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana News

TERVERIFIKASI

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Melihat Lebih Jauh Pajak Netflix hingga Body Shaming di Sekitar Kita

Diperbarui: 9 Juli 2020   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Netflix, YouTube, dan Spotify. (sumber: gizmodo.com via kompas.com)

Setelah begitu panjangnya pembahasan mengenai pajak bagi Pelanggan atau konsumen layanan digital, akhirnya mulai 1 Juli 2020 pemerintah resmi memberlakukan aturan pemungutan pajak dari perusahaan digital asing seperti Netflix, Spotify, Amazon, dkk.

Akan tetapi konsumen tidak perlu bingung, sebab aturan ini mulai berlaku hari ini, pemungutan pajak baru akan dilakukan pada bulan Agustus mendatang.

Pelanggan atau konsumen layanan digital bakal dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen.

Jika sudah dikenakan pajak, tentu saja, mungkin akan berimbas pada harga langganannya. Namun, akankah ada penurunan jumlah orang-orang yang selama ini sudah berlangganan -atau jusru sebaliknya?

Selain topik mengenai pajak yang akan dikenakan pada perusaan digital, masih ada konten-konten menarik lainnya yang pada pekan ini, seperti cerita pekerja proyek hingga nasib para nasabah jika masih menunggak.

Inilah konten-konten menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:

1. Membedah Soal "Pajak Netflix" yang Mulai Berlaku Hari Ini

Sebenarnya pengenaan pajak pada perusahaan digital ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa. Hal tersebut dinamakan Nexus Tax.

Pada prinsipnya, nexus tax ini melihat subyek pajak tidak perlu lagi kepada ada tidaknya suatu entitas legal (contoh: Netflix tidak memilik kantor di Indonesia) tetapi dari manfaat ekonomi yang diperoleh oleh suatu entitas tersebut.

Oleh karena itu, berdasarkan manfaat ekonomi tersebut Netflix, misalnya, dapat dikukuhkan sebagai Wajib Pajak di Indonesia dan mengenakan PPN atas transaksinya di Indonesia.

Walaupun terkesan canggih, tulis Kompasianer Rizqa Lahuddin, model bisnis Netflix masih memiliki prinsip yang sama dengan bisnis pada umumnya.

"Untuk mendapatkan penghasilan dari langganan yang dibayar oleh pelanggan, mereka memerlukan biaya. Dan biaya-biaya ini dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Netflix," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

2. Siapa Bilang Bekerja di Proyek Itu Tidak Enak?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline