Artikel ini adalah bagian dari Seri Liputan Khusus Kompasiana yang menyoroti pola kerja lepas di kalangan masyarakat. Kami mewawancarai sejumlah pekerja lepas yang bekerja untuk ragam sektor industri dan para profesional yang ranah kerjanya bertautan dengan gaya hidup ini.
**
"Masih ancur banget ngelola keuangan," kata Adi Muhammad Fachrezi (24). Ia merupakan mahasiswa tingkat akhir yang memilih membuka bisnis jasa perjalanan (open trip) dan freelance di bidang fotografi.
"Enggak pernah itungan kalau mau pakai uang, karena selalu mikir 'ah entar juga uang mah ada lagi', hahaha."
Adi mengakui hal ini sebagai kelemahannya dan memang harus diperbaiki. Terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi ini. Sangat terasa pentingnya mengatur keuangan dengan cermat.
Bukannya apa-apa, tapi kerentanan nyatanya sedang mengintip para pekerja lepas yang kehilangan klien akibat pandemi, lho, meskipun itu bukan satu-satunya faktor.
Merujuk pada data survei Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) yang dilakukan sejak 20 Maret 2020, banyak pekerja lepas di sektor industri kreatif terpaksa menghentikan aktivitasnya.
Subsektor yang paling terdampak adalah film, video, dan audiovisual (17,35%) pekerja seni pertunjukan (10,8%), seni vokal dan musik (9,4%), fotografi (9,4%), penelitian (7,2%), dan desain komunikasi visual (7,2%).
Ketua Pengurus Harian Sindikasi, Ellena Ekarahendy, dalam konferensi online yang diselenggarakan pada 15 April lalu mengungkapkan, subsektor-subsektor tersebut menjadi paling terdampak karena memang pekerjaannya sangat bersifat site-spesific. Dalam artian pekerjaan yang jika lokasinya diubah maka substansinya akan berbeda.