Kubu Prabowo-Sandiaga melaporkan Tabloid Indonesia Barokah ke pihak kepolisian. Tabloid itu dinilai memuat pemberitaan yang tendensius terhadap Prabowo-Sandiaga dan tidak jelas siapa yang menerbitkannya.
Sebelumnya, penyebaran Tabloid Indonesia Barokah ditujukan ke masjid-masjid di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dari hasil penelusuran yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ternyata tabloid tersebut tidak memiliki kantor.
Ketika peredaran tabloid tersebut semakin masif, Dewan Pers akhirnya membuat kajian dan memyimpulkan: Tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilakan menggunakan UU lain di luar UU 40/1999 tentang Pers, karena dilihat dari sisi adminitrasi dan konten, Indonesia Barokah bukan pers," kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam keteranganya tertulis, Selasa (29/1/2019) malam.
Sedangkan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Moeldoko, setuju apabila Tabloid Indonesia Barokah ditelusuri aparat penegak hukum.
"Di tahun politik seperti sekarang ini, cara-cara berpolitik yang menimbulkan percikan dan gesekan horizontal seharusnya dihindari," lanjutnya.
Lantas bagaimana tanggapan Kompasianer terhadap beredarnya Tabloid Indonesia Barokah ini? Apakah mengingatkan kita pada tabloid Obor Rakyat yang pernah dihentikan penerbitannya kala Pilpres 2014 lalu? Berikut 5 artikel yang membahas tentang peredaran Tabloid Indonesia Barokah ini:
1. Selamat Datang Tabloid "Indonesia Barokah"
Kehadiran (tabloid) Indonesia Barokah ini, tulis Hans Panjaitan, disinyalir merupakan aksi pihak-pihak yang mendukung salah satu capres tertentu. Mungkin, lanjutnya, langkah ini dipandang efektif untuk menjangkau masyarakat luas yang tidak punya akses ke media-media online.
Dalam tulisannya tersebut, Hans Panjaitan menduga, media ini dengan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih tujuannya, tanpa peduli itu merugikan pihak lain.
"Segala cara dilakukan untuk itu. Dan terbitnya media Indonesia Barokah bisa saja dimaksudkan oleh pembuatnya untuk meredam atau mengcounter berita-berita atau isu liar yang berseliweran di medsos, dan menipu rakyat," tulisnya (baca selengkapnya).
2. Indonesia Barokah dan Kamar Barokah
Edy Supriatna mengaku belum sempat membaca Tabloid Indonesia Barokah. Tetapi dengan manautkan kata "barokah" pada nama tabloid tersebut, menurut Edy Supriatna, boleh jadi media bersangkutan punya mimpi warga Indonesia mendapat berkah pada Pilpres 2019.