"Kak tolong bilang sama uwa kitu, kecilkan suara mesjid itu kak. Sakit kupingku, ribut."
Kata-kata Meiliana, kepada saksi Kasini alias Kak Uo, Juli 2016. Diambil dari Surat Dakwaan Nomor Register Perkara: PDM-05/TBALAI/05/2018 Tertanggal 30 Mei. Dibuat oleh Para Penuntut Umum.
Dusta mengandung asumsi bahwa ada makna yang dipalsu. Setidaknya itulah yang ditulis oleh Goenawan Mohamad. Dan bahasa, ketika dilisankan, tidak melulu keluar dari apa yang dipikirkan si pengucap; yang juga berarti tidak menyentuh hati orang yang diajak bicara.
Bahasa kerap kali kita pertentangkan atau persoalkan ketika kita kesulitan menaksir makna tersiratnya. Apakah itu sesuatu yang tulus atau sekadar basa-basi sahaja. Dan manusia adalah korbannya, terjebak dalam bahasa yang kadung tertafsirmenjadi ragam makna.
Sedikit melihat kembali apa yang terjadi kepada Meiliana pada Juli 2016 silam. Ketika itu ia menyampaikan keluhannya mengenai suara dari masjid di dekat kediamannya yang terlalu lantang. Oleh tetangganya, keluhan Meiliana itu diteruskan ke beberapa orang, hingga sampailah ke pihak masjid.
"Her, orang Cina muka itu minta kecilkan volume masjid," ucap tetangga Meiliana. Kemudian inilah merupakan titik persimpangan bahasa tersebut. Terminologi "orang Cina" sudah digunakan oleh orang kesekian untuk menyampaikan sebuah pesan kepada pihak masjid.
Dalam kasus ini, mungkin itulah yang dimaksud Goenawan Mohamad dalam Caping "Kata-kata... (2)" dengan pesan yang kehilangan konteks antara pengucap dan pendengar. Pesan yang diteruskan tidak lagi sama dan bermuatan persepsi pribadi. Bahkan selang dua tahun kemudian membuahkan vonis 1,5 tahun penjara bagi Meiliana dengan tuduhan penistaan agama.
Setelah pesan tadi disampaikan kepada pihak ketiga, keempat, dan seterusnya, distorsi informasi pun terjadi. Akibatnya, beberapa orang mendatangi rumah Meiliana, hendak membakarnya, dan untunglah masih berhasil dibendung oleh tetangga sekitar. Tapi aksi tersebut tidak berhenti di situ. Orang-orang ini berbelok arah, menuju wihara dan membakarnya.
Padahal sebelum aksi itu terjadi, mediasi tengah diupayakan oleh kedua belah pihak. Di hadapan para pemuka agama, Meiliana dan keluarganya mengucapkan maaf atas tindakannya. Namun, aksi massa sudah terlanjur bergerak masif.
***