Mana lebih mengagetkan: dapat kabar kalau si dia akan menikah, atau diklakson kendaraan di jalan? Keduanya sama-sama polusi, (1) polusi terhadap pikiran dan (2) polusi suara.
Namun untuk yang pertama, rasa-rasanya, bisa kita kendalikan meski ada sakit yang tidak terbantahkan. Sedangkan yang kedua, barangkali, paling menjengkelkan: Karena suara klakson tidak hanya bising, melainkan memekakan telinga.
Mungkin terdengar remeh. Tapi, polusi suara juga erat kaitannya dengan kesehatan manusia--atau makhluk hidup secara umum. Dampak paling nyata dari polusi suara adalah banyaknya orang yang mengalami tekanan darah tinggi dan gangguan pada sistem pendengaran.
Bayangkan saja jika polusi suara ini terjadi dalam intensitas tinggi, seperti melebihi jumlah normal, berada pada waktu yang tidak tepat, dan tempat yang tidak tepat juga. Sebab banyaknya kendaraan bermotor yang setiap hari melintas itu akan berbanding lurus dengan tingkat polusi suara yang diterima.
Mengutip dari laporan yang dibuat Eva Lauw, polusi suara yang dirasakan paling menganggu ialah yang berasal dari transportasi. Suara kendaraan biasanya antara 60 hingga 75 dB.
"Sedangkan suara mulai tidak nyaman didengar berada pada tingkat 65 dB dan mulai mengganggu ketika mencapai 85 dB. Pada tingkat 95 dB sudah sangat mengganggu dan dapat merusak pendengaran," tulisnya.
Klakson memang pada umumnya digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama pengguna kendaraan di jalan. Jika mulut pada akhirnya ikut juga digunakan untuk mengumpat karena ulah pengendara lain itu beda soal.
Menariknya, Giri Lumakto sampai mengamati dan memaknai dari cara pengendara menggunakan klakson. Ada 4 (empat) ciri menurutnya:
1. Klakson sekali dan perlahan
Menekan klakson harus cepat dengan sedikit tenaga. Sehingga suara yang timbul akan tidak nyaring.
Dalam suara dan gaya klakson seperti ini, ada makna menyapa. Biasanya dilakukan jika pengendara mengenal pengendara atau pengguna jalan. Bisa saja yang berpapasan adalah teman, saudara, kenalan, atau bahkan atasan.