Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana News

TERVERIFIKASI

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Anak Muda Jangan Berhemat, tapi Harus Boros!

Diperbarui: 20 Juli 2017   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sharing session perencaan keuangan bersama Henry Sensei (praktisi keuangan) di Kompasiana Nangkring bersama AXA Financial Indonesia di Surabaya | Dokumentasi Kompasiana

Surabaya - Ada yang menarik dalam acara Kompasiana Nangkring bersama AXA Financial Indonesia di Ballroom JW Marriot Hotel Surabaya. Menurut praktisi keuangan Henra Sensei, generasi milenial tidak perlu berhemat, tapi harus boros.

Boros di sini berarti positif, yakni menyalurkan pengeluaran bulanan ke tempat yang tepat. Pasalnya menurut Henra, arti sesungguhnya mengelola uang bukanlah bagaimana kita mengelola pendapatan melainkan bagaimana mengatur serta mengelola pengeluaran.

"Tidak masalah jadi boros, yang penting bisa mengelola ke tempat yang tepat," ujar Henra saat diwawancarai Ichsan Kamil, tim Kompasiana yang berkesempatan hadir dalam acara yang digelar atas kerja sama AXA Financial Indonesia dengan Kompasiana ini.

Menurut Henra, setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi objek "pemborosan" anak muda yang wajib dilakukan. Pertama adalah pajak. Anak muda generasi milenial yang sudah memiliki pendapatan, jangan sampai tidak membayar pajak.

"Pengeluaran pertama generasi milenial adalah pajak. Jangan sampai ga bayar loh," ujar Henra.

Pengeluaran kedua yang wajib dilakukan adalah sedekah. Setidaknya sedekah yang dikeluarkan sebanyak 2,5 persen dari pendapatan. Dan ketiga, persiapkan dana darurat. Dana darurat ini bisa digunakan sewaktu-waktu saat kondisi genting. Dana darurat yang ideal dimiliki dan disimpan menurut Henra adalah sebesar 3 - 12 bulan jumlah pengeluaran.

"Misalnya pengeluaran kita sebulan 10 juta, jadi dia harus punya pegangan sekitar 30 sampai 120 juta," ujar Henra.

Para peserta sedang asik bermain simulasi keuangan, praxis | Dokumentasi Kompasiana


Tapi itu baru level pertama dalam pengelolaan pengeluaran. Level kedua mencakup rasio pembayaran cicilan dan berutang. Rasio utang ini adalah maksimal sebesar 30 persen dari pendapatan. Berutang pun tidak bisa dilakukan sembarangan, utang yang dianjurkan dan diperbolehkan adalah utang produktif, bukan utang konsumtif.

"Utang produktif maksimal 30 persen dari pendapatan. Sedangkan utang konsumtif maksimal 10 persen dari pendapatan," kata Henra.

Utang produktif yang dimaksud adalah utang yang digunakan untuk mendapatkan sebuah aset. Aset inilah yang nantinya akan menjadi sumber penghasilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline