Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana News

TERVERIFIKASI

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

(Karena) Puisi Itu Doa dan (Mungkin) Doa adalah Puisi

Diperbarui: 21 Maret 2018   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (iStock)

Adakah puisi itu merupakan doa terbaik yang bisa dibuat manusia? Kira-kira penggambaran semacan itu yang dihadirkan Joko Pinurbo lewat buku kumpulan puisinya: Haduh, Aku Di-follow. Puisi-puisi di twitter (baca: puitwit) itu dibuat dan dikumpulkan dalam periode tahun 2012 lewat akun twitter miliknya.

Puisi-puisi Joko Pinurbo memang terlihat seperti bercandaan biasa yang sering kita jumpai di sosial media. Namun, membaca Haduh, Aku Di-follow selaiknya membaca buku kumpulan doa-doa pendek. Buku yang sering kita baca di pengajian-pengajian atau di langgar sewaktu kecil. Setiap puisi yang tidak lebih dari 140 karakter itu menjadi mudah kita ucap dan hapalkan (kalau perlu). Temanya pun beragam: kopi, senja, celana, batu, sungai dan lain-lain. Tapi, Joko Pinurbo mampu mengemasnya menjadi topik yang dekat dan lekat pada diri kita. Sebagai contoh:

Aku bukan editor yang baik,
Tuhanku. Tiap malam kuralat mimpiku dan tetap saja keliru
. (20.12 - 21 jun 12)

Amin itu
Keturunan iman
. (20.52 - 26 jul 12)

Malam Paskah.
Bulan adalah hosti yang
Akan dipecah-pecah dan
Dibagikan kepada
Ribuan malam
(9.40 -- 7 Apr 12)

Doa keliru seorang ateis:
Tuhan, percayakah engkau bahwa aku seorang ateis?
(23.44 -- 28 Jan 12)

Sebagaimana doa, puisi pada akhirnya menjadi penghayatan iman yang sebenarnya bisa diperkaya.

Pada sebuah wawancara, Joko Pinurbo mengatakan, bahwa puisi-puisi yang dibuatnya semacam refleksi kritis mengenai iman. Mungkinkah kita mengubah merevisi cara beriman kita (lewat puisi) supaya lebih baik, lebih kaya?

Sebab doa, biar bagaimanapun, merupakan satu dari sekian banyak cara untuk berinteraksi dengan Tuhan. Dan puisi, barangkali, bisa menjadi salurannya.

***

Ada kisah menarik dari Abdul Muthalib, kakek dari Nabi Muhammad saat Perang Gajah. Ketika itu ia menggunakan syair sebagai cara untuk meminta pertolongan Allah, sebelum akhirnya memenangkan perang itu sendiri. Begini petikan kisahnya:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline