Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana News

TERVERIFIKASI

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Kasus Tenaga Medis Kelebihan Beban Kerja Bukan Hanya Terjadi di Indonesia

Diperbarui: 2 Juli 2017   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter yang meninggal saat piket lebaran. Tribunnews.com

Beberapa hari terakhir, media sosial dihebohkan dengan meninggalnya seorang dokter muda yang diduga karena kelelahan bekerja di rumah sakit. Dokter spesialis anestesi bernama Stefanus Taofik, SpAn ini meninggal di RSPI Bintaro Jaya ketika bekerja pada piket lebaran pada 27 Juni kemarin.

Kasus tenaga medis yang meninggal ketika bekerja ini bukanlah kasus yang pertama. Dua tahun yang lalu pada November 2015, seorang dokter muda Dionisius Giri Samudra atau dr Andra meninggal dunia di tempat magangnya, RSUD Cendrawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Diberitakan dia meninggal karena sakit radang otak dan paru-paru basah. Nyawa dr Andra tidak tertolong karena peralatan medis di sana yang kurang memadai.

Sebulan kemudian, seorang dokter muda bernama Afrianda Naufan (Nanda) asal Kota Langsa, Aceh, dikabarkan meninggal dunia ketika menjadi dokter internship di Dobo, Provinsi Maluku. Dr Nanda dikabarkan mengalami demam dan dehidrasi sampai ia dinyatakan dalam keadaan koma ketika dievakuasi ke RSUD di Ambon.

Melihat dua kasus ini, nyatanya tenaga medis belum sepenuhnya dilindungi oleh pemerintah. Apalagi untuk dokter magang yang ditempatkan di tempat terpencil, seharusnya dilengkapi dengan sarana evakuasi seperti helikopter yang dilengkapi peralatan medis.

Benarkah ada eksploitasi pada tenaga kerja medis?

Kembali pada kasus dr Stefanus Taofik, disebutkan bahwa ia meninggal setelah berjaga 2x24 jam karena sedang bertukar hari jaga dengan rekannya yang merayakan Lebaran. Penyebab meninggalnya dikabarkan akibat penyakit Brugada Syndrome.

Brugada Syndrome merupakan penyakit kelainan genetik pada pembuluh darah di koroner. Kelainan ini paling banyak dialami laki-laki dan sering menyebabkan kematian pada saat tidur.

Regulasi jam kerja di Indonesia memang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, UU Ketenagakerjaan tidak mengatur secara spesifik mengenai pekerja medis. Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur waktu kerja untuk tenaga medis yang bekerja di rumah sakit atau sektor kesehatan.

Pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan juga tidak disebutkan secara khusus dan rinci mengenai pengaturan jam kerja untuk tenaga medis.

Berdasarkan UU Keternagakerjaan, waktu bekerja adalah 40 jam per minggu atau 8 jam sehari untuk lima hari kerja. Namun, dokter biasanya berpraktik di tiga tempat sekaligus milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan sesuai dengan Peraturan Menkes RI nomor 512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek Kedokteran.

Jam kerja untuk tenaga medis selalu menjadi sorotan nasional hingga internasional. Oleh The Royal College of Physicians (RCP), ditemukan kesenjangan jumlah pasien dengan dokter dan tenaga kesehatan di rumah sakit besar di Inggris. Banyak dokter yang mengalami stres dan kelelahan karena terlalu sibuk bahkan mengalami dehidrasi karena tak cukup minum. Padahal, kondisi dokter yang kelelahan ini sangat membahayakan pasien.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline