Bulan Ramadan selau menghadirkan kesejukan hati serta cerita-cerita menarik yang bisa diabadikan lewat tulisan, mulai dari tradisi di bulan Ramadan hingga jelang lebaran. Beberapa Kompasianer berikut punya cerita menarik tentang serba-serbi Ramadannya masing-masing.
Dari kota apel, Malang, Kompasianer Mas Yunus enggambarkan suasana toleransi sesama umat muslim dalam hal perbedaan mekanisme beribadah. Seperti Salat Tarawih di Masjid Asy-syifa misalnya; ada dua imam yang memimpin Salat Tarwih dengan jumlah rakaat yang berbeda untuk dua kelompok jamaah tertentu.
Hal ini terbilang unik dan jarang ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Imam yang pertama akan memimpin Salat Tarawih dengan 11 rakaat kemudian digantikan dengan imam lainnya untuk memimpin jamaah yang biasa Salat Tarawih 23 rakaat. Meskipun begitu, setelah Salat Tarawih selesai, merekatetap berkumpul lagi bersama untuk melaksanakan tadarus Al Quran di Masjid ini.
Sanlat atau Pesantren Kilat biasanya dilaksanakan di sekolah-sekolah dengan tujuan meningkatkan motivasi anak dalam beribadah di bulan suci ramadan serta memupuk kesadaran sosial lewat kegiatan lain; diantaranya santunan kepada anak yatim piatu, memberikan makanan untuk berbuka puasa dan buka puasa bersama, dan lain-lain.
Kompasianer Cecep Gaos menuliskan pengalamannya mengadakan Pesantren Kilat di sekolah tempatnya mengajar yang dilaksanakan dalam beberapa hari di bulan Ramadan. Pesantren Kilat ini diisi dengan kegiatan Tadarus Al-Quran serta pembekalan materi-materi Agama Islam lainnyaa. Meskipun terbilang relatif singkat, Ia berharap kegiatan ini dapat memberikan edukasi yang baik tentang ibadah puasa serta kepekaan sosial yang tinggi.
Jual beli uang baru jelang lebaran
Menjelang Hari raya Idul Fitri, fenomena menukarkan uang baru bukan hal baru lagi di Indonesia. Namun ini justru dimanfaatkan segelintir orang untuk mencari keuntungan pribadi dengan menyediakan jasa penukaran uang "ilegal" di pinggir-pinggir jalan. padahal Bank Indonesia tidak memungut biaya dari penukaran uang ini. Kompasianer Tria Cahya Puspita pun menceritakan pengalamannya berbicara langsung dengan salah satu orang yang meminta imbalan dari jasa penukaran uang jelang lebaran.
Jelas penukaran uang dari pihak perorangan/selain Bank Indonesia (BI) ini tidak dibenarkan sesuai undang-undangyang berlaku. Kini BI pun berusaha menjangkau masyarakat dengan bekerjasama dengan Bank-Bank umum dan Bank Daerah unutk pelayanan penukaran uang di berbagai daerah. Sekarang pilihan di tangan Anda para Kompasianer: kalau ada yang gratis, kenapa harus cari yang berbayar kan?
**