Persiapan untuk kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud pada 1 Maret 2017 dari Arab Saudi ke Indonesia berlangsung cukup heboh namun sangat menarik untuk diikuti. Selain itu, kunjungan Raja Salman tentu memiliki manfaat untuk Indonesia.
Di samping itu terdapat juga alasan mengenai cara pemerintah Jepang yang memaksakan para pekerjanya (yang gila kerja) untuk pulang tepat waktu. Semua terangkum dalam artikel headline pilihan Kompasiana hari ini.
1. Diplomasi Cantik ala Jokowi dengan Raja Arab Saudi
Kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke Indonesia dijadwalkan kedatangannya pada 1 Maret besok. Setelah terakhir berkunjung ke sini 46 tahun yang lalu, kunjungan penguasa Arab Saudi ini termasuk kunjungan paling bersejarah bagi rakyat Indonesia.
Menurut Kompasianer Adjat R. Sudradjat, kunjungan Raja Salman ke Indonesia dapat diupayakan untuk melobi penambahan kuota haji. Selain itu, regulasi mengenai permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga dapat dibahas, misalnya terdapat pendampingan hukum terhadap TKI yang sedang menghadapi hukuman mati. Hal lain yang merupakan tujuan Raja Salman mengunjungi Indonesia adalah menanamkan investasi yang besar untuk Indonesia.
Terlepas dari itu semua, kunjungan Raja Salman merupakan hal yang dapat diapresiasi bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Mungkin hal ini adalah suatu gebrakan Jokowi dalam menjalankan politik luar negerinya, serta menjawab berbagai tudingan berbagai pihak yang mengatakan Jokowi berkiblat ke negeri Cina.
2. Cara Jepang Memaksa Pekerjanya Pulang Tenggo!
Jepang memang terkenal dengan para pekerjanya yang workaholic atau penggila kerja. Kompasianer Weedy Koshino menceritakan kisah ayah mertuanya yang dulu sering bekerja secara sukarela di luar jam kerja tanpa dibayar overtime fee.
Namun, kebiasaan orang Jepang yang terus-menerus bekerja tanpa henti ini mengakibatkan hal yang sekarang sangat terlihat, salah satunya adalah bunuh diri karena terlalu banyak minum obat penguat stamina agar bisa terus bekerja maksimal.
Maka dari itu, berdasarkan dari pengalaman sang suami, Weedy bercerita bahwa untuk menghindari "gila kerja", pemerintah Jepang menerapkan No Overtime Day. Para pekerja dipaksa pulang tepat waktu paling tidak sebulan sekali. Kemudian terdapat juga Premium Friday. Kebijakan ini memaksa para pekerja untuk pulang cepat dan harus keluar kantor pukul 3 sore.