Kompasianer, apa sih yang bikin kita mudah sekali memaafkan tetapi sulit sekali melupakannya? Apakah itu bentuk berpura-pura untuk memaafkan, tetapi sesungguhnya masih mendendam?
Momen seperti itu lazim sekali kita mengenalnya dengan 'forgive but not forget'; memaafkan, tetapi bukan berarti melupakan.
Padahal, kan, alasan untuk seseorang mampu memaafkan seperti diucapkan psikolog Michael McCullough, yaitu tidak ada motivasi untuk membalas dendam, tidak menghindari pelaku, niat berdamai dengan tulus, mampu memulihkan hubungan pelaku.
Sederhananya memaafkan itu merupakan proses yang membutuhkan waktu dan usaha untuk membebaskan diri dari beban emosi negatif.
Nah, adakah peristiwa atau kejadian yang membuat Kompasianer berada di posisi seperti itu?
Alasan apa yang melatarbelakangi sehingga sulit memaafkan sekaligus melupakan rasa sakitnya? Bagaimana selanjutnya hubungan yang terjalin dengan orang tersebut?
Dari semua pengalaman yang pernah dialami, bagaimana caranya Kompasianer memaafkan seseorang? Adakah langkah-langkah yang dilakukan sampai akhirnya memberikan maaf?
Ceritakan dong, pengalaman Kompasianer saat berada di momen tersebut di Kompasiana. Jangan lupa untuk sertakan label Memaafkan Lalu Melupakan (menggunakan spasi) pada tiap konten yang kamu buat, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H