Kompasianer, mau tanya nih. Kira-kira marbut masjid di lingkunganmu sudah sejahtera belum? Apakah mereka sudah mendapat penghasilan yang layak? Kalau belum, adakah upaya untuk menyejahterakan mereka?
Boleh dibilang marbut masjid adalah pekerjaan yang menapaki jalan sunyi. Pekerjaan mulia tanpa perlu sorotan gemerlap duniawi.
Tak banyak yang mau melakoni pekerjaan ini. Meski ini adalah panggilan diri kepada Sang Pencipta.
Walakin, urusan kelayakan pendapatan marbut masjid di sekitar kita masih dari kata jauh.
Di berbagai tempat upah marbut masjid belum mencapai standar minimum. Mengutip KOMPAS.id, seorang marbut masjid di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, misalnya, mendapat upah sebesar Rp 1 juta per bulan. Upah tersebut sudah bertahan selama beberapa tahun terakhir.
Di sisi lain, pemerintah pun mengaku belum bisa banyak memberikan insentif lantaran keterbatasan anggaran.
Nah, Kompasianer, setujukah kamu kalau pemenang sebenarnya di momen penuh berkah ini adalah mereka yang melakoni sebagai marbut masjid? Bagaimana kamu memandang hal ini? Mengapa marbut masjid kerap dipandang sebelah mata?
Bagaimana pula kesejahteraan marbut masjid di sekitarmu? Apakah mereka sudah mendapat upah yang layak?
Kalau belum, adakah upaya-upaya untuk menyejahterakannya?
Selain itu, adakah sosok marbut masjid yang menarik, inspiratif, yang rasanya perlu untuk kamu kisahkan di sini?