Apakah Kompasianer pengguna rokok elektrik? Apa yang membuat Kompasianer beralih atau mulai mencoba merokok elektrik? Jika tetap merokok konvensional, apa yang membuat Kompasianer tidak tertarik dengan rokok elektrik?
Ataukah Kompasianer merokok keduanya, baik rokok biasa dan rokok elektrik? Apa saja kekurangan dan kelebihan rokok elektrik?
Sebenarnya sudah 1,5 dekade lalu rokok elektrik mulai masuk ke Indonesia. Variannya pun makin beragam. Ada yang liquid dan ada pula yang dalam bentuk tembakau yang dipanaskan.
Menurut data Riskesdas (2018), dikutip dari KOMPAS.COM, prevalensi pengguna rokok elektronik tertinggi berada di DIY, Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Seiring dengan hal tersebut, tren merokok pada remaja pun meningkat.
Untuk mengatasi bahaya merokok, terutama pada anak, Pemerintah terus menggulirkan wacana untuk menaikannya tarif cukai rokok jelang Pemilu 2024.
Kompasianer, bagaimana tanggapanmu mengenai fenomena merokok elektrik? Berapa anggaran yang kamu sisihkan untuk membeli alat dan "bahan bakar" harian?
Apakah kamu tergolong perokok yang tertarik mencoba rokok elektrik karena penasaran? Setujukah kamu dengan klaim bahwa rokok elektrik itu bebas nikotin?
Bagaimana pendapatmu mengenai perokok elektrik yang merokok di dalam ruangan? Apakah menurutmu rokok elektrik kini telah menjadi sebuah syarat gaya hidup dalam pergaulan?
Silakan tambah label Rokok Elektrik (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H