Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana

TERVERIFIKASI

Akun Resmi

Dijodohkan, antara Gengsi dan Butuh

Diperbarui: 20 Mei 2021   05:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dijodohkan. (Diolah kompasiana dari sumber pixabay.com/stocksnap)

Baru putus cinta? Putus asa mencari jodoh?

Apakah kamu sempat terpikir untuk dijodohkan saja? Atau, jika kamu sudah menikah, apakah pasanganmu yang sekarang adalah hasil perjodohan?

Perkara jodoh memang tidak semata seperti mencocokan puzzle yang belum tersusun. Tidak.

Belum menemukan jodoh yang tepat. Itu sering jadi alasan kita menjomlo. Ada kriteria khusus yang sulit dipenuhi orang lain untuk bisa jadi pasanganmu.

Tapi bagaimana bila sebenarnya jodohmu bukan orang jauh dan pernah kamu temui sebelumnya? Bisa jadi hanya tetangga samping rumah. Jangan-jangan, kamu cuma butuh momen untuk dipertemukan?

Meski terasa gengsi bagi sebagian orang, tetapi sebenarnya tidak ada yang salah dengan perjodohan. Gengsi mungkin hanya sebentar, tetapi bayangkan bila akhirnya benar-benar sampai ke pelaminan! Bahagianya tentu tak terkira.

Nah, pernahkah kamu menjalani proses perjodohan? Bagaimana suka dukanya? Atau, apakah kamu termasuk orang yang gemar menjadi mak comblang? Bagaimana kisahnya?

Ceritain, dong! Bahkan beberapa budaya masih menggunakan cara ini lho untuk anak-anaknya.

Silakan tambah label Perjodohan (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Dok. Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline