Media MBC dari Korea Selatan pada Rabu (6/5/2020) mengangkat sebuah kasus tindak eksploitasi dan pelanggaran HAM terhadap sejumlah ABK asal Indonesia yang dilakukan oleh pengelola kapal ikan asal RRT.
Hal tersebut pertama kali populer setelah Jang Hansol, seorang Youtuber Korea yang lama tinggal di Indonesia mengunggah informasi ini melalui channel Korea Reomit miliknya.
Dalam videonya, Jang Hansol menerjemahkan berita MBC ke Bahasa Indonesia. Terkuaknya kasus ini bermula dari ABK Indonesia yang meminta pertolongan kepada media dan pemerintah Korea setelah rekannya meninggal. Mereka kerja 18 jam sehari, minum sulingan air laut, sakit-sakitan, dan diupah Rp 100.000-an per bulan.
Susi Pudjiastuti menulis tanggapan lewat akun Twitter selepas viralnya kasus tersebut. Menurutnya, praktik semacam ini telah berlangsung lama. Maka, Ilegal Unreported Unregulateed Fishing harus dihentikan.
"Persoalan sekarang ini ... berapa banyak sebetulnya ABK Indonesia di kapal ikan di seluruh dunia. Bagaimana kita cari tahu, dari mana kita tahu?" ucap Susi, pada tahun 2015.
Di antara warganet yang berkomentar ada pula yang menceritakan pola kerja kapal nelayan yang memang keras. Meski demikian, akun @capedehhhhhhhhh mengaku nasibnya lebih beruntung lantaran digaji layak di kapal warga Jepang. "Ga kebayang dapet kapal Cina, Taiwan, atau Korea. Standarisasi mereka di bawah rata-rata. Apalagi bonus haduhhhhh surammm."
Kompasianer, apakah Anda memiliki pengalaman bekerja di laut atau tinggal di wilayah rentan risiko human trafiking serupa? Bagaimana Anda menyikapinya? Bagaimana pendapat Anda mengenai kasus ini?
Tulis pengalaman, opini, pendapat Kompasianer dengan menambahkan label ABK Dieksploitasi (menggunakan spasi) pada konten yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H