Apa yang dulu orang-orang debatkan dan takutkan perihal pelambatan gerak KPK dalam revisi UU KPK perlahan terjadi. Hal ini tercermin dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) anggota KPU Wahyu Setiawan oleh KPK.
Wahyu ditangkap pada Rabu (8/1/2020), sedangkan penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (9/1). Sementara itu Dewan Pengawas KPK baru menerima surat pengajuan izin penggeledahan pada Jumat sore, dan izinnya baru diberikan pada Jumat malam (12/1).
Akibat birokrasi yang panjang ini, penggeledahan baru bisa dilakukan pada pekan depannya. Pengunduran waktu penggeledahan ini meningkatkan risiko hilangnya barang bukti yang bisa ditemukan saat OTT.
Selain itu, jeda waktu penangkapan hingga diberikannya izin penggeledahan memberi waktu bagi media memberitakan kabar ini dan menyebarkan kapan tepatnya tanggal penggeledahan. Pembukaan putusan ini ke publik, sama saja dengan memberi kesempatan kepada para tersangka untuk "mempersiapkan diri". Jejak keterlibatan orang-orang di sekitar tersangka pun akan menjadi kian samar.
Kompasianer, tentunya kita menginginkan pemberantasan korupsi yang maksimal di Indonesia. Ini baru satu kasus, bagaimanakah kendala di kasus-kasus berikutnya? Akankah pola kerja baru ini menjadi efektif bagi kerja KPK?
Silakan tulis opini dan ulasan Anda mengenai isu ini dengan menambahkan label UU KPK Baru (menggunakan spasi) pada setiap artikel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H