Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana

TERVERIFIKASI

Akun Resmi

3 Pokok Pikiran Memandang Aturan Guru Delapan Jam

Diperbarui: 6 November 2016   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi guru yang sedang mengajar. Kompas.com

Setelah mengundang pro kontra melalui kebijakan full day school, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, belum lama ini kembali mencetuskan gagasan baru yakni guru harus bekerja dan berada selama delapan jam di sekolah.

Kebijakan ini ditujukan khususnya pada guru yang telah mendapatkan tunjangan profesi setiap bulannya. Alasan lainnya adalah jam kerja ini digunakan sebagai tolok ukur profesionalitas guru.

Namun seperti biasa, setiap kebijakan baru tentu mengundang banyak pendapat dari berbagai pihak, termasuk wacana kebijakan guru delapan jam ini. Kompasianer pun turut mengutarakan pendapat mereka melihat wacana ini. Berbagai sudut pandang diulas dalam artikel yang komperhensif dan tentu saja mencerahkan pembaca. Dan berikut ini adalah tiga ulasan terpilih yang tentang pandangan terhadap wacana kebijakan guru delapan jam dari Kompasianer.

1. Delapan Jam Berada di Sekolah dan Total Profesional, Sanggupkah?

Ilustrasi guru. Itjen.kemendikbud.go,id

Ulasan pertama datang dari Achmad Saifullah Syahid. Dalam ulasannya ia menyatakan, menurut logika industri delapan jam berada di sekolah guru harus benar-benar produktif. Bukan sekadar rajin dan terampil mengajar. Menurutnya, standarisasi kinerja seorang guru di sekolah memang harus dapat diukur. Ia melihat wacana ini adalah sebuah konsekuensi yang wajar ketika guru telah menjadi profesi yang kemudian dipersempit lagi oleh penerapan logika industri yang mengedepankan waktu kerja sebaga tolok ukur profesionalitas.

Achmad sendiri menyatakan ia mendukung kebijakan ini agar diterapkan secara total, tidak setengah hati seperti wacana full day school yang kemudian hanya berujung pada kesalahpahaman. Profesionalisme guru harus jelas dengan dipetakan skala ruang dan waktu yang kemudian diukur objektivitasnya.

2. Guru 8 Jam Kerja, Kuantitas atau Kualitas?

Seorang guru yang mengajar di daerah. Kompas.com

Sudut pandang yang berbeda datang dari Kompasianer Danny Prasetyo. Artikel yang ia tulis mengindikasikan ketidaksetujuan atas wacana penerapan kebijakan guru delapan jam. Ia mengaitkan kondisi pendidikan Indonesia dengan Jepang. Sumber daya manusia Jepang memang tidak diragukan lagi semangat kerja kerasnya. Mereka menghargai waktu dan bertanggung jawab serta memiliki etos kerja yang tinggi. Berbeda dengan Indonesia.

Menurutnya, sebenarnya bukan hal besar ketika seorang guru diwajibkan berada di sekolah selama delapan jam namun pemerintah harus adil dalam melaksanakan kewajibannya. Harus ada penyesuaian tunjangan yang diberikan kepada guru. Pasalnya selama ini tunjangan yang diberikan terbilang cukup kecil jika dibandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil non guru.

Jika memang pemerintah berniat untuk memberikan penghargaan kepada profesi guru, seharusnya langsung memberikan tanpa kemudian memberikan banyak aturan-aturan tambahan yang justru menambah beban pendidik dan pada akhirnya belum tentu semua guru pasti akan menerima tunjangan sertifikasi, padahal jika guru 8 jam ini berlaku maka yang belum mendapat tunjanganpun juga terkena dampaknya

3. Mendikbud, Sekolah Seharian serta Guru Delapan Jam di Sekolah

Mendikbud, Muhadjir Effendy. Kompas.com

Pendapat ke tiga diutarakan oleh Kompasianer Susy Haryawan. Dalam ulasannya ia melihat adanya kelebihan serta kekurangan jika kebijakan ini diterapkan.

Kelebihan yang bisa didapat dari kebijakan ini antara lain; guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk mempersiapkan kegiatan belajar mengajar. Selain itu para guru juga memiliki kesempatan pendekatan pada murid dengan lebih optimal. Misalnya siswa siswi biasanya pulang pada pukul 13 atau 14 dan jadwal kepulangan guru yaitu pukul 15. Ada waktu pembinaan yang bisa dialokasikan untuk pendekatan pada siswa.

Namun di sisi lain ada kendala yang bisa dihadapi jika wacana ini kemudian benar-benar diterapkan. Misalnya, berbicara soal kreativitas guru. Dengan berada selama delapan jam di sekolah tidak menjamin akan membuat guru atau kepala sekolah semakin kreatif membuat kegiatan belajar mengajar semakin efektif. Selain itu ada pula guru yang memiliki pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika wacana delapan jam di sekolah ini diterapkan bisa jadi para guru yang juga menggantungkan hidupnya dari pekerjaan sampingan tersebut akan kehilangan salah satu penghasilannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline