Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana

TERVERIFIKASI

Akun Resmi

Kisah JPO: Penyelewengan Fungsi Hingga Kenyamanan Pengguna

Diperbarui: 15 Oktober 2016   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan Pasar Minggu yang roboh. Sumber: Megapolitan - Kompas.com

Jakarta dibuat geger pada hari Sabtu, 24 September 2016, pasalnya hari itu menjadi hari yang tak bisa dilupakan oleh warga Jakarta khususnya Pasar Minggu akibat ambruknya Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di sana. Peristiwa ini menelan sepuluh korban, empat di antaranya tewas akibat peristiwa ini.

Reinhard Hutabarat menuturkan, ambruknya JPO Pasar minggu diakibatkan oleh papan reklame besar yang menempel di JPO sehingga rentan ambruk kala hujan dan angin menerjang. Saking besarnya, papan reklame tersebut menutupi atap jembatan. Akibat beban yang berat dari papan reklame ditambah dengan kuatnya hembusan angin yang diiringi hujan, mengakibatkan JPO tak kuat menahannya dan akhirnya tumbang.

Papan reklame yang menjulang tinggi memberikan banyak hal negatif terjadi di atas JPO. Tertutupnya aktivitas di JPO membuat warga yang melintas di bawahnya tidak bisa melihat apa yang terjadi di JPO, sehingga banyak orang yang menyalah gunakan JPO ini.

Atas peristiwa memilukan ini, Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, telah meminta maaf kepada para korban dan telah menyertakan santunan kepada keluarga korban ambruknya JPO. Namun semua ini belumlah cukup. Menurut Almizan Ulfa, sanksi harus diberikan kepada pegawai Pemprov DKI yang memiliki wewenang dalam pemeliharaan JPO.

Almizan memiliki pengalaman mengerikan kala menggunakan JPO di Stasiun Juanda-Masjid Istiqlal. Di sana ia merasakan guncangan ketika akibat warga yang berlari di JPO. Menurutnya, kondisi ini langka terjadi lantaran di JPO lain guncangan itu tak terasa.

Lain Almizan, lain pula pengalaman Kompasianer Vellendri Arnout. Menurutnya fungsi JPO telah bergeser, khususnya yang berada di Kota Bogor.  Jembatan yang seharusnya digunakan untuk memudahkan warga menyeberang jalan, berubah menjadi tempat jualan, tempat berkumpulnya anak muda, hingga tempat tidur bagi sebagian orang.

Bahkan, Vellendri pernah dimarahi oleh seorang yang sedang tidur di JPO. Hal ini terjadi karena ia tak sengaja menginjak kaki seseorang yang sedang tidur di JPO tempatnya menyeberangi jalan. Bukan hanya itu, ia merasa dirugikan karena harus merasakan ‘kemacetan’ akibat banyaknya pedagang dan pembeli yang memadati JPO.

Ambruknya JPO Pasar Minggu dan ketidaknyamanan yang ada di JPO, membuat warga sebagai penggunanya enggan untuk menikmati fasilitas yang telah dibangun oleh pemerintah ini. Demi memberikan efek kenyamanan dan mengembalikan kepercayaan pengguna JPO, Kompasianer Mawalu berpendapat bahwa pembangunan JPO nantinya harus dirancang sedemikian rupa. Menurutnya jika Ahok membuat proyek Plaza Jalan Kaki, harusnya Ahok juga buat program Plaza JPO.

Dalam bayangan Mawalu, JPO yang dibangun nantinya memiliki lebar 10 hingga 15 meter sama seperti trotoar yang sekarang dibuat oleh Pemprov DKI. JPO tersebut juga menggunakan lift untuk kenyamanan pengguna dan ramah terhadap penyandang disabilitas.

JPO tersebut juga bisa digunakan untuk warga berdagang sehingga jalan untuk warga yang menikmati fasilitas JPO tidak terganggu dengan ‘kemacetan’ JPO. Jakarta pun akan mendapatkan tambahan dana lewat masuknya pajak warga yang membuka lapak dagangannya di JPO.

Dengan tambahan alat pendingin serta perangkat internet gratis, kenyamanan warga dalam mengunakan JPO akan semakin tinggi dan menghilangkan stigma soal JPO. Warga yang suntuk akibat kemacetan Jakarta, akan memiliki opsi lain dalam menyikapi hal menjemukan tersebut dengan memandang kemacetan dari atas JPO sambil meminum kopi dan menikmati kue-kue yang di jajakan oleh penjual di JPO.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline