Basuki Tjahaja Purnama yang telah sekian lama merencanakan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 melalui jalur perseorangan, akhirnya memilih melalui jalur politik. Ada tiga partai politik yang mendukung Ahok, yaitu Partai Nasdem, Hanura, dan Golkar. Ketiga partai politik tersebut kabarnya memberikan dukungan tanpa syarat dan menyerahkan surat dukungan resmi kepada Ahok.
Keputusan Ahok maju melalui jalur partai turut mengundang pro dan kontra di dunia maya. Berikut 4 pandangan Kompasianer terhadap keputusan Ahok memilih jalur partai di kanal Topik Pilihan.
1. PR Besar Ahok Usai Deklarasi Pilih Jalur Parpol
Menurut Pebrianov, Ahok harus terus menjalin komunikasi dengan para pemberi KTP yang dia 'kecewakan' meski sudah aman maju melalui jalur Parpol. Ia harus terbuka akan partai yang dipilih, supaya tidak ada kamuflase kepemimpinan. Karena rakyat Jakarta ingin tahu sejauh mana komitmen Ahok dalam memimpin Jakarta dengan dukungan partai politik.
Kompasianer Aryadi Noersaid merasa sedih akan keputusan Ahok memilih jalur Parpol. Ia tidak rela bila Ahok direbut oleh Partai yang tengah membangun persepsi semu, terlebih lagi partai yang terlanjur di cap koruptif. Meski demikian ia mengaku tidak akan menjadi Haters Ahok, karena di Pilkada memang tersedia ruang bagi setiap individu untuk memilih pilihannya.
Namun ada dua hal yang menghalanginya untuk tidak memilih Ahok pada Pilkada DKI 2017, yaitu sikap Inkonsisten dan sikapnya yang takut gagal dengan verifikasi. Ia juga menambahkan, bila Ahok terpilih menjadi Gubernur DKI, akan berasa hambar dan tak berarti apa-apa bagi sejarah demokrasi Indonesia karena ia batal maju melalui jalur independen.
3. Tinggalkan Teman, Ahok pun Ditinggal PDIP
Kompasianer Yon Bayu nampaknya tidak terlalu kaget dengan keputusan Ahok maju melalui jalur Parpol, karena ia sudah menduganya dari awal. Sifat Ahok yang mudah berganti parpol menunjukkan alasan masuk parpol tidak didasari kesamaan ideologi, melainkan hanya kepentingan politik sesaat. Hal ini lah yang memudahkan pengamat untuk membaca arah politiknya. Jika partai berbeda pendapat, maka seketika itu juga Ahok hengkang, persis ketika Ahok keluar dari Gerindra.
Dalam artikelnya ia juga membahas sikap PDIP yang mungkin tidak akan mendukung Ahok. Hal itu karena imbas perseteruan dengan Ahok yang telah menimbulkan sakit hati kader dan simpatisan PDIP. Cemoohan PDIP akan jadi partai gurem, jika tidak mendukung Ahok membangkitkan militansi kader-kader PDIP. Ia juga menambahkan, Megawati tidak akan ikut “arus permainan” Presiden Joko Widodo yang selama ini terkesan selalu membela Ahok. Kehadiran Jokowi di rumah Megawati beberapa waktu lalu, gagal menyamakan persepsi keduanya.