Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana

TERVERIFIKASI

Akun Resmi

Menyikapi Maraknya Berburu Pokemon

Diperbarui: 6 Agustus 2016   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com/David Oliver Purba

Bulan lalu pada tanggal 6 Juli 2016, tiga negara mendapat kesempatan untuk menjadi tempat pertama kali dirilisnya game Pokemon Go. Tiga negara ini yakni Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru. Namun meski baru hadir resmi di tiga negara, netizen di negara lain bisa ikut memainkannya dengan beberapa trik.

Indonesia adalah salah satu negara yang menyambut kehadiran game besutan Niantic Lab dan Nintendo ini. Pasalnya, serial animasi Pokemon yang tayang pada tahun 2000an pun kala itu menjadi salah satu kartun yang paling digandrungi. Sangat wajar jika kemudian meluncurnya game ini menjadi sebuah fenomena tersendiri di kalangan pecinta permainan digital.

Game ini bekerja dengan teknologi realitas tertambah (Augmented Reality/AR). Permainan ini menggabungkan lokasi dunia nyata dengan teknologi digital yang berdasarkan pemetaan GPS. Kesuksesan Pokemon Go menarik minat pecinta game di seluruh dunia membuahkan beragam cerita. Ada yang menemukan mayat saat memainkan Pokemon Go, ada juga yang ditangkap karena mengejar Pokemon hingga area terlarang.

Cerita positif dan negatif bermunculan satu per satu. Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari banyak pihak, termasuk pemerintah. Bahkan, beberapa lembaga pemerintah melarang anggotanya bermain Pokemon Go dengan alasan dapat mengurangi konsentrasi dan bisa menurunkan kinerja saat bekerja.

Melihat antusiasme ini, Kompasiana juga tertarik melakukan sebuah jajak pendapat. Dalam diskusi Pro Kontra kami memberi sebuah statement "Pokemon Go Berbahaya" dan hasilnya, sebanyak 6 Kompasianer Pro dengan argumen ini dan 9 Kompasianer menyatakan Kontra.

Marendra Agung adalah salah satu yang menilai bahwa Pokemon Go memberi dampak berbahaya bagi pemainnya. Menurutnya, target market dari permainan ini adalah usia muda atau anak-anak. Secara psikologis pada rentang usia ini masih bisa dibilang labil dan tentu belum dewasa. Maka jika tidak dibatasi akan berdampak buruk pada psikologi anak muda.

"Anak muda kita ditakutkan akan terus menerus secara tidak sadar memelihara kekanak-kanakannya, dan semakin dijauhkan dari isu-isu atau pun masalah-masalah real disekitar mereka," tulis Marendra.

Ia melanjutkan, jika game virtual ini kemudian bisa memincut anak-anak muda, maka anak muda akan terjerat dengan wabah ketidakpastian pikiran dan kesempitan pandangan hidup mereka.

Kemudian dengan adanya game ini mereka akan mengalami kegamangan sikap di mana kenyataan sosial di sekitar mereka yang memerlukan kepedulian, di kaburkan oleh ilusi yang hadir pada game ini.

Memang, beberapa pihak menganggap Pokemon Go ini berbahaya. Bahkan permainan ini dikaitkan dengan isu privasi, intelijen dan keamanan negara. Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Sutiyoso pun berkomentar, "Sangat mungkin (mengancam keamanan negara). Permainan itu kan membutuhkan kamera. Kalau dimainkan di instalasi penting seperti objek vital asrama Kepolisian, TNI, atau intelijen tentu bisa dibaca oleh intelijen gambar-gambar itu," ujar Sutiyoso sebagaimana diberitakan Kompas.com

Senada dengan Marendra, Kompasianer lain yang menilai bahwa Pokemon Go berbahaya adalah Khalid Hanafi. Menurutnya, permainan ini bisa membahayakan bagi generasi muda bangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline