Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana

TERVERIFIKASI

Akun Resmi

Mempersoalkan Razia Warung Makan di Bulan Ramadan

Diperbarui: 29 Juni 2016   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pedagang menutup warungnya ketika Ramadan. Kompas.com

Pada awal bulan Ramadan kemarin berita sebuah razia yang dilakukan Satpol PP di daerah Banten terhadap warung makanan yang buka di siang hari menjadi viral di media sosial.

Tindakan Satpol PP yang dinilai semena-mena ini mendapat protes dan sorotan tajam dari para netizen. Bukan hanya netizen, bahkan Presiden dan Wakil Presiden juga turut berkomentar.

Sebenarnya di daerah Banten sendiri ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang larangan warung-warung atau restoran agar tidak berjualan di siang hari. Dan tindakan yang dilakukan Satpol PP ini memang berdasarkan peraturan tersebut.

Namun tentu saja ada berbagai cara pandang dan pola pikir berbeda-beda di masyarakat, termasuk Kompasianer. Dan berikut ini adalah beberapa pandangan Kompasianer mengenai pelarangan dan razia restoran yang buka di siang hari di bulan Ramadan.

1. Razia Warung Makan, Reaksi "Liar" Netizen: Sebuah Agenda Pelemahan Peran Agama dan Potensi Rusak Toleransi?

Netizen mengumpulkan dana untuk Saeni. KompasTV Youtube Channel

Peristiwa razia warung makan di bulan Ramadan kemudian mengundang reaksi para netizen. Meski tidak memiliki informasi yang utuh, sejumlah netizen bahkan menghimpun dana untuk ibu Eni yang menjadi korban razia. Menurut Mochamed Yusran tentu saja hal ini dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan dan protes akan tindakan tersebut.

Dalam artikelnya, Yusran menambahkan bahwa hal ini bukan hanya sekadar peraturan tapi juga tentang toleransi. Tradisi toleransi seperti ini juga sebenarnya ada di Bali. Ketika umat Hindu merayakan Nyepi, umat Islam yang minoritas pun juga menghentikan aktivitas mereka.

Untuk kasus razia yang terjadi di Serang ini, sebenarnya dalam peraturan daerah pun diatur bahwa warung boleh buka di atas jam 16.00. Artinya tidak ada pelarangan di sini melainkan pengaturan jam buka. Dan jika terjadi penolakan, pasti akar masalahnya adalah ekonomi.

Bukan menghormati orang yang berpuasa, tapi lebih luas adalah menghormati setiap umat yang tengah beribadah adalah bentuk toleransi. Termasuk dengan mengubah jam operasi warung untuk menjajakan dagangannya.

2. Menyoal Razia (Warteg) di Bulan Ramadhan

Polisi melakukan pengawasan pada warung makan. Kompas.com

Syahirul Alim memiliki pendapat berbeda dengan Yusran. Menurutnya, membuka warung-warung makan ketika bulan Ramadan memang dengan tujuan untuk membantu mereka yang tidak berpuasa ketika Ramadan. Dan menurutnya tidak ada satu dalil pun yang melarang warung makan tutup selama Ramadan.

Jika membuka warung makan di bulan Ramadan adalah larangan dalam Islam, maka menurut Syahirul ini adalah upaya pembenaran agama yang sesat dan jauh dari nilai kemanusiaan. Menurutnya, seorang muslim yang berpuasa di negara minoritas muslim maka akn memiliki nilai lebih dibandingkan di negeri mayoritas muslim. Sama seperti mereka yang berpuasa di tengah lingkungan yang memperbolehkan warung untuk buka di siang hari.

Membuat aturan untuk merazia tempat makan selama Ramadan seharusnya tidak mengikutsertakan agama di dalamnya, karena Islam tidak pernah sama sekali mempersoalkan tempat-tempat makan harus ditutup dengan alasan agama.

3. Sedikit-sedikit Syariah, Sedikit-sedikit Intoleran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline