[caption caption="Ilustrasi penghentian sistem 3in1 di Jakarta. Sumber: megapolitan.kompas.com"][/caption]Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 5 April lalu menguji coba penghapusan sistem 3in1 di beberapa ruas jalan di Ibu Kota.
Uji coba ini lantaran munculnya wacana penghapusan permanen sistem 3in1 yang dilontarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Tentu saja wacana ini tidak muncul tanpa sebab. 3 in 1 dianggap tidak efektif mengatasi kemacetan dan malah memunculkan satu masalah baru yaitu eksploitasi anak oleh joki 3in1.
Kasus eksploitasi anak ini mulai terkuak ketika Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan mengungkap praktik ini. Ketika itu Polisi mendapati bayi berusia 6 bulan yang diberi obat penenang oleh 2 pelaku saat melakukan praktik joki 3in1 di jalanan.
Berita yang kemudian terdengar sampai ke telinga Basuki Tjahaja Purnama ini membuatnya berang. Oleh karena itu, muncul wacana penghapusan sistem 3in1 dan uji coba dilakukan selama 7 hari terhitung 5 April lalu.
Namun apakah penghapusan ini dapat mengatasi permasalahan kemacetan dan eksploitasi anak? Kompasianer memiliki jawaban sendiri atas pertanyaan ini. Nah, berikut ini adalah 5 pendapat Kompasianer tentang wacana penghapusan sistem 3in1 yang telah dirangkum dalam topik pilihan 3in1 Dihapus
1. Kajian Pakai Otak: 3 in 1 Akan Dihapus!
Kenyataannya, setiap hari baik pagi, siang maupun malam, jalanan tetap saja macet. Seharusnya kita dan aparat ikut bertanggung jawab dalam kelancaran lalu lintas. Statement itulah yang dituliskan John Brata dalam ulasannya.
Ia menambahkan bahwa angkutan umum juga turut andil bagian dalam kemacetan lalu lintas di Jakarta ini. Apalagi ketika mereka menurunkan penumpang sembarangan, pasti menyebabkan lalu lintas tersendat.
Menurutnya, semua pihak harus ikut bertanggung jawab atas kesemrawutan jalanan Jakarta. Baik aparat, pemerintah, masyarakat bahkan bagian-bagian angkutan umum. Namun, John melihat khususnya pada aparat, ada sebuah kelengahan dari pihak mereka ketika menertibkan pengguna-pengguna jalan yang melanggar ketentuan. Alhasil, kemacetan juga menjadi salah satu imbasnya.
John menganggap, mungkin karena itulah salah satu pemicu adanya peraturan 3in1 di beberapa ruas jalan di Jakarta. Nah, jika pelanggaran masih tetap ada di jalanan, untuk apa sistem 3in1 masih dijalankan dan diberlakukan? Ia mempertanyakan hal tersebut dalam tulisannya.
Menurutnya, penerapan budaya disiplin, budaya antri, mawas diri, tidak egois, dll. Perlu diimplementasikan agar permasalahan yang memicu keruwetan di Ibu Kota bisa teratasi.