[caption caption="KOMPAS/PRIYOMBODO Polisi melakukan prarekonstruksi kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27) seusai menyeruput kopi di kafe Olivier, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2016). Hasil otopsi menunjukkan terjadi pendarahan pada lambung korban akibat zat korosif sejenis sianida."][/caption]Tak hanya Kopi Gayo, "Kopi Sianida" pun tak kalah hangat mengemuka menjadi bahan perbincangan. Tidak hanya pihak kepolisian dan media yang tampak gandrung dengan kasus di balik secangkir kopi yang disaji di bilangan Grand Indonesia, tetapi juga masyarakat luas. Bukan pula aromanya yang pekat memikat, tetapi kasus sarat misteri yang tak jua usai yang menewaskan Wayan Mirna Saihin (27), setelah meneguk es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Lalu, bagaimana persepsi Kompasianer seraya menantikan kasus ini tersibak? Berikut ini tujuh ulasannya yang disaji dalam rangkai kata di laman Kompasiana:
1. Kopi Sianida Mirna: Jessica Korban “Trial by Press”, Beda dengan Pembunuh Salim Kancil
Kematian Mirna dan kematian Salim Kancil tampaknya menjadi ruang belajar yang menarik dari sudut pemberitaan. Sekalipun Salim Kancil menentang Kepala Desanya yang menambang pasir illegal merusak lingkungan dan akhirnya mati demi lingkungannya yang lebih baik, tampaknya kurang menjadi berita besar dan tidak ada update harian dari Polri dan kini menjadi senyap sejak Oktober 2015 lalu. Demikian analisa Ninoy Karundeng dalam memperbandingkan dua buah kasus yang sama-sama berlatar pembunuhan.
Kematian Mirna yang konon anak pejabat dan orang kaya, menurut Ninoy, jelas menjadi perhatian. Berbeda dengan kematian ‘orang biasa’ setiap hari akibat kecelakaan yang disorongkan ke lemari pendingin di RSCM – yang sebagian menjadi ajang praktik gratis mahasiswa kedokteran untuk pemusaraan jenazah dan otopsi.
Berbeda dengan Salim Kancil yang tak mendapatkan ruang yang cukup lega dalam medan peliputan.
[caption caption="KOMPAS/DAHLIA IRAWATI Aktivis Sedulur Tunggal Roso (gabungan berbagai organisasi di Malang Raya) asal Malang, Senin (28/9), berunjuk rasa menyuarakan solidaritas kasus terbunuhnya petani Desa Selo Awar-Awar, Lumajang, yang menolak tambang pasir. Mereka menuntut kasus dituntaskan dan kebebasan masyarakat bersuara atas haknya dijamin."]
[/caption]
2. Bagaimana Cara menemukan Tersangka Pembunuh Mirna?
Menurut Reza, tugas polisi untuk menguak kasus pembunuhan terhadap Mirna memang tidak mudah. Dari sekian orang yang berada di dekat Mirna sesaat sebelum kejadian harus diperiksa satu-per satu. Semuanya berpotensi menjadi tersangka.
Penyebab kematian Mirna dalam kasus ini sudah jelas, yakni sianida. Pertanyaannya kemudian bagaimana caranya sianida (alat pembunuh) itu bisa sampai mengenai korban. Tingkat Kesulitannya sangat tinggi karena senjata pembunuhnya tidak kasat mata. Ini merupakan tantangan besar bagi polisi untuk bisa mengungkapnya.
3. Sianida Harganya Cuma Rp 38.700 per Gram tetapi Mematikan
Kemudahan untuk menjual dan membeli bahan kimia seharusnya menjadi perhatian aparat berwenang agar tidak setiap orang dapat memperolehnya dengan mudah. Hal inilah yang menjadi sorotan Indira Revi, mengingat harga per gram sianida terbilang terjangkau yakni Rp. 38.700 per Gram.
Cara memperoleh sianida pun cukup mudah. Pembelian dapat dilakukan secara online atau langsung datang ke toko kimia atau farmasi. Indira teringat sewaktu membeli bahan kimia untuk keperluan praktikum hanya ditanya oleh penjualnya, maksud dan tujuan membelinya. Padahal yang dibeli bukan sianida!
Oleh karena itu menurutnya pihak penjual seharusnya patut memposisikan sikap mencurigai (khususnya terhadap pembeli bahan kimia sianida atau pun arsenik), dan bila perlu menolak pembelinya jika penggunanya tidak jelas. Setiap elemen harus sadar kegunaan dalam hal proses jual beli bahan kimia.