[caption id="attachment_421465" align="aligncenter" width="520" caption="Ilustrasi Anak Remaja/Hai-online.com"][/caption]
Sejak dulu kala, masyarakat di hampir seluruh belahan bumi Indonesia telanjur akrab dengan tradisi “coret-coret baju seragam” pasca Ujian Akhir Nasional (Orang dulu menyebutnya EBTANAS). Jika ingin sedikit lebih heboh, konvoi sepeda motor di jalan raya sembari memijit klakson berkali-kali juga bakal digelar. Hanya dua itu saja. Tak ada Tradisi Pasca Ujian Akhir lainnya.
Wajarlah, ketika isu Pesta Bikini pasca Ujian Nasional bertema “Splash After Class” itu dihujat berjamaah oleh masyarakat kita. Tradisi itu belum pernah tercatat dalam sejarah pesta anak-anak SMA Pasca Ujian akhir mereka. “Sudah pesta yang identik dengan hura-hura, bikini pula! Lagian kita kan hidup di timur, junjung tinggi dong budaya timur! Bikini kan Budaya Barat! Tak adakah cara merayakan keberhasilan yang lebih baik selain pesta bikini?” Begitulah kiranya komentar mayoritas dari masyarakat luas terkait adanya wacana pesta bikini itu.
Beberapa kompasianer—tergambar dari artikel yang ditulis terkait topik ini—juga mengangguk sebagai tanda setuju, bahwa pesta Bikini kurang elok diselenggarakan di negeri yang menjunjung tinggi adat kesopanan ini. Tapi, ada juga beberapa kompasianer yang mempertanyakan: Apa yang salah jika pesta bikini ini diselenggarakan? Apakah bikini identik dengan ketidaksopanan? Berikut tujuh artikel yang menggambarkan pro kontra tersebut:
1. Corat-coret Seragam Tak Cukup, Sekarang Ada Pesta Bikini
[caption id="attachment_421466" align="aligncenter" width="620" caption="Tradisi klasik anak-anak SMA di Indonesia dalam rangka merayakan kelulusannya: Coret-coret Baju seragam/kawankumagz.com"]
[/caption]
Kompasianer Ariyani Na menceritakan pengalamannya terkena cat semprot saat kelulusan SMA beberapa tahun silam. Belum selesai melihat gerahnya tingkah polah anak SMA merayakan kelulusan, kabar heboh kembali datang setelah acara kelulusan bakal dirayakan dengan pesta bikini. “Banyak cara ucap syukur yang bisa dilakukan selain kedua hal itu,” begitu kiranya Ariyani Na berpendapat.
2. Pesta Bikini dan Jakarta Undercover
Pesta Bikini “Splash After Class” yang mengundang cibiran banyak orang itu menjadi salah satu gambaran yang merefleksikan isi buku “Jakarta Undercover” karangan Moammar Emka. Buku yang menceritakan sisi gemerlap namun gelap dunia Jakarta itu menggambarkan secara nyata kehidupan-kehidupan liar ibukota. Apa pesta bikini sejenis ini adalah kegiatan baru Jakarta Undercover, ataukah……
3. Lebih Baik Adakan Pesta Perpisahan di Panti Asuhan
“Itu (pesta bikini) kan budaya barat, Mending pesta perpisahan digelar di panti asuhan yang lebih sangat bermanfaat,” ujar Djarot Saiful Hidayat selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta, di Balaikota beberapa waktu silam. Di lain pihak, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga telah mewanti-wanti pada hotel tempat penyelenggara acara serta kepala-kepala sekolah yang namanya tercantum di undangan untuk melarang anak-anaknya menghadiri hajatan itu. Apa anda setuju dengan ide Pak Wagub, Kompasianer?
4. EO Pesta Bikini Mendadak Terkenal
[caption id="attachment_421469" align="aligncenter" width="630" caption="Poster Acara Pesta Bikini/Kompas.com"]
[/caption]
Kata siapa Divine Production, Event Organizer penyelenggara helatan Splash After Class nan kontroversial itu hanya menangguk rugi? Pemberitaan luas tentang Pesta Bikini itu di lain sisi tentulah merupakan promosi tak sengaja yang menguntungkan sang EO. Jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk promosi “tak sengaja” sang EO untuk diperbincangkan di berbagai platform media pastilah lebih mahal dibandingkan kerugian yang ditanggung akibat batalnya helatan pesta bikini. Simpulan dari kejadian ini adalah: sensasi adalah promosi ampuh bagi siapapun mereka yang ingin meraup untung.
5. Memang Salah Ya Berpesta Bikini?
[caption id="attachment_421471" align="aligncenter" width="520" caption="Memang Salah Ya Pesta Bikini?/Hai-online.com"]
[/caption]
Anggap saja pesta bikini adalah pesta kostum biasa yang diadakan di kolam renang. Ngobrol, bernyanyi, serta bersenda gurau bersama (Asal Ingat Batasan). Tak melanggar hukum bukan jika semua dijalankan sesuai dengan prosedur yang dijalankan? Hanya, perihal norma yang memang jadi kendala. Dan satu hal yang membuat acara ini kurang pantas dilaksanakan: karena tak adanya faedah yang signifikan.
6. Kok Bikininya yang Dipelototin?
[caption id="attachment_421475" align="aligncenter" width="624" caption="Jangan melulu salahkan remaja atau penyelenggara Pesta. Ingat! Sekolah punya peranan sangat penting bagi proses tumbuh kembang anak didiknya/Kompas.com"]
[/caption]
"Mengapa bikininya yang disorot habis? Bukankah kita telah sering melihat anak-anak remaja itu memakai bikini ketika di kolam renang?" Begitu kiranya petikan artikel Kompasianer asal Makassar yang juga praktisi pendidikan, Muhammad Armand, menanggapi riuh rendahnya pemberitaan acara pesta bikini. Dengan cergas, Kompasianer Armand menyusun artikelnya dengan desain paradoks, bahwa sesungguhnya sistem pendidikan nasional di negeri ini tidak didesain serta tidak dilaksanakan dengan baik. Armand menyebut ini sebagai gejala absurd dari refleksi ritual pendidikan kita. Dengan fasih kita menghujat penyelenggara serta anak-anak SMA yang akan terlibat di helatan ini, tanpa menoleh sedikit pun kepada institusi yang seharusnya paling bertanggungjawab atas terjadinya fenomena ini: Sekolah.
7. Sah-sah saja Berpeseta Bikini, Asalkan….
Pertama, Kenakan Bikinimu di dalam, jangan kenakan di luar. Karena menurut adat kesopanan, hal itu tak elok. Yang penting tetap mengenakan bikini, bukan? Kedua, Jangan beri nama acaranya dengan nama pesta bikini. Beri saja nama pesta bersarung, tapi tetap menggunakan bikini di dalamnya. Ketiga, Harus satu jenis kelamin. Harusnya pesta bikini jangan diikuti oleh jenis kelamin pria, karena bikini adalah busananya para wanita. (APA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H