Guru Profesional, yang Berkarakter Keagamaan
Oleh Maswan
Dosen Unisnu Jepara, Mahasiswa S3 Unnes Semarang
Dalam rangka membangun bangsa yang bernilai humaiora-keindonesiaan, maka perlu menyisipkan nilai-nilai karakter religius dalam penanganan pendidikan. Ini menjadi fondasi yang tidak boleh terabaikan, karena fitrah kemanusiaan adalah putih bersih. Dan untuk pencapaian ke arah pembentukan karakter anak tersebut, maka harus diawali dari karakter religious dari guru itu sendiri.
Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Ayat tersebut mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid.
Seorang anak akan tumbuh berkembang menjadi baik atau tidak baik dalam memahami nilai-nilai agama, sangat bergantung pada bagiamana pola pendidikan yang diberikan oleh orang tua sejak masih kecil. Keluarga (orang tua) yang sangat menentukan corak hidup anak-anaknya dalam meniti masa depannya.
Seperti yang diajarkan Nabi Muhammad dalam hadits, "setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Konteks hadits tersebut relevan dengan QS. al-Rum di atas bahwa hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana, dalam wadah pendidikan yang tepat.
Sebelum anak masuk di lembaga formal, yang bertanggung jawab nggulo wentah (membimbing), mengenai sikap mental anak. Anak ditoreh dan dipola menjadi apa, adalah terletak di tangan orang tuanya.