JAKARTA, KOMPAS.com - Warung sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebab, bagi sebagian orang, warung tak hanya sekedar tempat jual beli, tetapi sudah jadi tempat aktivitas sosial; mulai dari rumpi ibu-ibu hingga sekedar berkeluh kesah.
Bahkan bagi sebagian masyarakat lainnya, warung juga kerap menjadi tempat meminjam uang.
Kini saat dunia sudah serba online pun, kehadiran warung tetap tak tergantikan. Apa iya saat ingin makan mie, kita beli mie instan secara online? Tentu saja cara paling mudah adalah ke warung, bukan?
Baca juga: Ini 3 Sebab Warung dan Pasar Tradisional Tidak Berkembang
Sayangnya, banyak warung yang tak bisa berkembang. Sudah bertahun-tahun, si ibu warung hidupnya begitu-begitu saja, yang dijual juga itu-itu saja. Tak ada perubahan.
Hal inilah yang membuat Agung Bazharie dan beberapa temannya, tergerak dan mendirikan Warung Pintar, usaha rintisan (startup) ritel yang fokus mengembangkan warung-warung kelontong.
"Saya kurang rajin sekolah, jadi kebanyakan nongkrong di warung. Jadi masalah warung yang kita tahu," ujarnya sembari tertawa saat menjadi pembicara dalam DBS Asian Insight Conference pekan lalu.
Baca juga: Distribusi Barang dari Ritel Modern ke Warung Kelontong Matikan Bisnis Agen
Saat ini kata dia, setidaknya ada sekitar 3 juta warung kelontong di Indonesia. Namun skala bisnisnya masih usaha mikro dan sulit untuk berkembang pesat.
Warung tak bisa berkembang lantaran tak memiliki akses luas, pemiliknya yang tak punya pengetahuan luas, bahkan kerap disebut buta teknologi.