JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berada di posisi terhimpit di antara petahana dan oposisi.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Perludem yang bertajuk "Catatan Awal Tahun: Refleksi 2018, Meneropong 2019", di Jakarta, Kamis (10/1/2019).
"KPU dan Bawaslu berada di tengah-tengah kelompok yang terbelah. Satu, diasosiasikan sebagai penguasa atau petahana, satu lagi oposisi," kata Titi.
Oleh karenanya, dua lembaga tersebut sering dijebak atau terseret masuk ke dalam narasi politik antara kedua kubu tersebut.
Baca juga: KPU Disarankan Buat Call Center untuk Meminimalkan Kekacauan di Hari H Pemilu
Titi mencontohkan soal isu kotak suara yang berbahan karton beberapa waktu lalu.
"Ketika suara untuk mengkritisi itu datang dari oposisi, sementara kelompok petahana cenderung bisa memahami keberadaan kotak suara karton, lalu narasi KPU seolah-olah dibawa sama dengan kelompok penguasa. Padahal, konteksnya berbeda," jelasnya.
Hal-hal semacam itu, lanjut Titi, mengancam kepercayaan publik terhadap penyelenggara serta proses pemilu tersebut.
Padahal, kata Titi, kepercayaan publik menjadi salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi, hasil pemilu didasarkan atas kesadaran dan keinginan masyarakat sehingga bersifat demokratis.
Namun, tanpa kepercayaan masyarakat, praktik pemilu hanyalah sekadar kegiatan mencoblos.
Oleh karena itu, Titi mengatakan KPU dan Bawaslu perlu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mereka.