Lihat ke Halaman Asli

Kompas.com

TERVERIFIKASI

Kompas.com

Memaknai "Soempah Pemoeda" dari Mulut dan Perut

Diperbarui: 30 Oktober 2018   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembeli mengantre bakpia di industri Bakpia Pathok 25 di Jalan KS Tubun, Yogyakarta, Kamis (24/9/2009). Melonjaknya permintaan makanan oleh-oleh khas Yogyakarta itu membuat industri tersebut harus menambah 45 pekerja yang didatangkan dari Gombong dan Magelang, Jawa Tengah, selama masa libur Lebaran.

TANGGAL 28 Oktober 2018, tepat sembilan dasawarsa Soempah Pemoeda. Selama ini peringatan Soempah Pemoeda tiap tahunnya adalah dengan seminar, talkshow, diskusi publik apa itu makna, asal-usul, siapa-siapa tokoh yang terlibat, perkumpulan-perkumpulan kedaerahan waktu itu, dan sebagainya.

Tidak ada satupun bangsa di dunia yang bergalur murni homogen satu jenis etnis tertentu. Gelombang migrasi dari satu tempat ke tempat lain semenjak dulu kala jaman es sampai ke jaman modern selalu terjadi. Pembahasan dan paparan secara antropologi dan keilmuan lain sudah banyak.

Belakangan yang semakin populer adalah tes DNA. Hasilnya, tak ada satupun bangsa di dunia ini yang galurnya murni; semuanya adalah kombinasi berbagai DNA – mongoloid, kaukasoid, negroid, kapoid dan australoid – dengan berbagai kombinasi dan persentasenya.

Jauh sebelum kesadaran Jong Sumatra, Jong Java dan jong-jong yang lain, semangat persatuan sebenarnya sudah jauh lebih lama ditarik mundur ke belakang, yaitu dari makanan.

Sejak dulu kala, Indonesia sudah menjadi daya tarik bangsa-bangsa asing dari seluruh penjuru dunia. Salah satunya adalah imigran dari Tiongkok.

Sejarah panjang imigran dari Tiongkok menyebar ke seluruh dunia bisa ditarik dari 210 SM, masa Qin Shi Huang, kaisar pertama yang mengirim ekspedisi sekitar 3.000 anak perempuan dan anak laki-laki untuk mencari obat panjang umur. Ekspedisi ini dipercaya sebagai nenek moyang bangsa Jepang – mendarat dan menetap di Honshu.

Kemudian semenjak Dinasti Han sampai sekarang, para imigran dari Tiongkok menjelajah seluruh dunia. Catatan awal imigran Tiongkok ke Nusantara adalah di sekitar abad ke-7 masehi. Kerajaan Sriwijaya mencatatkan cukup banyak imigran Tiongkok yang mendarat. Kemudian imigran bergelombang menuju Nusantara.

Interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa memiliki sejarah yang sangat panjang. Kepulauan Nusantara yang disebut dengan istilah Nan Yang oleh bangsa Tionghoa sudah dikenal sebagai satu mitra penting oleh hampir setiap kerajaan yang berkuasa di Tiongkok dari waktu ke waktu.

Nan Yang secara harafiah berarti “Lautan Selatan” mengacu kepada kawasan di selatan Tiongkok, yang notabene adalah kawasan Asia Tenggara di mana Indonesia termasuk di dalamnya.

Kepulauan Nusantara sejak jaman dahulu dengan sejarah panjang kerajaan-kerajaannya sudah menjadi melting pot dan hub penting di kawasan Asia Tenggara.

Imigrasi dari Tiongkok ke Nusantara terjadi karena berbagai alasan, politis, ekonomi atau yang lainnya. Secara bertahap imigran dari Tiongkok mengalir ke Nusantara. Para imigran tersebut memulai kehidupan baru mereka di Nusantara dan mendapati mereka cocok tinggal di ‘Negeri Selatan’ ini.

Akulturasi kuliner

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline