JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menceritakan, pada saat ia menjadi Presiden Indonesia ke-6, kondisi negara dinilainya sedang menghadapi kesulitan.
Menurut dia, Indonesia saat itu belum stabil dan pulih dari krisis besar tahun 1998. Ia juga mengungkapkan, Indonesia masih menjalani transisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan.
Bahkan, kata SBY, sejumlah pihak juga meramalkan Indonesia akan tercerai berai dan menjadi negara gagal.
"Itulah sebabnya, sebagai Presiden saya dan juga Partai Demokrat memilih untuk tidak terlalu banyak berjanji, daripada gagal untuk menepatinya. Tekad kita dulu adalah bekerja sekuat tenaga untuk memulihkan keadaan, dan membuat Indonesia lebih baik lagi," kata SBY dalam pidato politiknya pada acara Peringatan 17 Tahun Partai Demokrat di Djakarta Theater, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Baca juga: Merasa SBY Difitnah, Demokrat Mengadu ke Dewan Pers
Ia memaparkan visi dan misi Demokrat dulu adalah Indonesia yang aman dan damai, adil, sejahtera, dan demokratis. Dalam pergaulan internasional, dirinya mengusung visi perdamaian, keadilan, kemakmuran, dan demokrasi.
"Berangkat dari pahitnya kehidupan rakyat di masa krisis, utamanya kaum miskin dan kurang mampu, kita tetapkan strategi pembangunan ekonomi Indonesia, yang berjudul Strategi 4 Jalur," kata dia.
Keempat strategi itu adalah pro pertumbuhan, pro lapangan pekerjaan, pro pengurangan kemiskinan dan pro lingkungan hidup.
Ia bersyukur, dengan segala kekurangan yang ada dan didukung kerja keras, visi dan sasaran-sasaran strategis tersebut dapat dicapai.
Baca juga: Demokrat: Jokowi-Prabowo yang Kompetisi, tapi yang Digebukin Pak SBY Terus
SBY mengungkapkan, selama 10 tahun ekonomi Indonesia mampu tumbuh sekitar 6 persen. Kemudian angka pengangguran, kemiskinan cenderung turun.