JARUM jam baru menunjukkan pukul delapan pagi ketika Kuswati duduk khidmat di ruang tamu rumahnya, Minggu (29/4/2018).
Seperangkat peralatan ngidep (pembuatan bulu mata palsu) sudah tertata rapih di hadapannya.
Kuswati merupakan gadis desa yang bekerja sebagai buruh sebuah plasma perusahaan bulu mata palsu di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Meski baru berusia 24 tahun, namun hampir separuh hidupnya habis dengan duduk meringkuk sambil menelisik helai demi helai rambut kedalam seutas senar.
Bagi kebanyakan orang di tempat tinggalnya, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, profesi sebagai pengrajin bulu mata palsu memang sangat lumrah.
Sebab, hampir sebagian besar mata pencaharian masyarakat di sana bersumber dari ngidep.
Namun berbeda dengan buruh ngidep pada umumnya, potret perjuangan Kuswati dalam menjalani laku hidupnya sungguh patut diapresiasi.
Bagaimana tidak, untuk menyulam sebuah bulu mata palsu, diperlukan kejelian, ketelitian dan konsistensi yang tak kenal jeda.
Kelincahan jari-jari tangan mutlak dibutuhkan untuk merangkai rambut-rambut berukulan mungil itu hingga presisi.
Namun, apa jadinya jika harus menyulam bulu-bulu mata itu dengan jari kaki?
Benar, Kuswati merupakan penyandang tuna daksa. Dirinya lahir tanpa memiliki kedua belah lengan tangan.