Lihat ke Halaman Asli

Kompas.com

TERVERIFIKASI

Kompas.com

Kontroversi Dokter Terawan

Diperbarui: 7 April 2018   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto enggan menanggapi perihal keputusan pemberhentian sementara dari keanggotan IDI yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap dirinya, Rabu (4/4/2018).

Beberapa teman meminta saya agar menulis tanggapan mengenai kehebohan terkait Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad yang mendapat "hukuman" dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI.

Semula saya enggan menulis ini karena selain banyak kesibukan, saya khawatir dianggap "untuk apa ikut-ikutan". Tetapi akhirnya saya penuhi juga setelah saya melihat dan membaca semakin banyak orang yang seharusnya tidak berkompeten, ikut memberikan pendapatnya yang tentu tidak berbasis ilmiah kedokteran.

Saya juga tergerak menulis ini setelah membaca berita tentang komentar Promotor ketika Dr Terawan menempuh Program Doktor di Universitas Hasanudin. Seperti diberitakan oleh detikhealth, Prof Yusuf Irawan Sang Promotor mengatakan, "Namun perlu dicatat, metode yang digunakan dr Terawan harus ada uji klinik terlebih dahulu, meski beberapa pasien menganggap program dan metode yang digunakan dalam mengobati pasien berhasil".

Membaca ini, muncul pertanyaan di benak saya, "Ha!! Memangnya dr Terawan tidak melakukan uji klinik, padahal dikabarkan sudah memberikan DSA kepada sekian banyak orang?".  

Sebelumnya saya sempat membaca surat terbuka dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), Prof Dr dr Moh Hasan Machfoed, SpS-K, yang berisi pertimbangan ilmiah mengenai apa yang disebut metode "Brain wash" itu.

Bagi masyarakat di luar dunia Kedokteran, pejabat sekali pun, sangat mungkin istilah uji klinik terasa asing. Bagi masyarakat umum, yang penting keluhan hilang. Padahal hilangnya keluhan belum berarti sembuh atau mungkin terjadi keluhan lain sebagai efek samping obat dank arena penyakit dasarnya tidak sembuh.

Coba tanya kepada semua orang "Sakit kepala apa obatnya?" Saya yakin semua atau hampir semua akan menjawab "Panadol". Kok bisa? Ya karena setiap hari iklannya muncul di televisi. Itulah the Power of advertisement. Apa itu salah? Tidak salah, tapi kurang tepat. Mengapa? Karena sakit kepala hanyalah gejala yang dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari stres karena ditinggal istri sampai karena tumor otak. Kalau setiap hari minum obat sakit kepala, ya sakitnya hilang sementara, tapi tumor di otak semakin besar. Ya, tunggu saja malaikat maut menjemput.

Uji klinik    

Uji klinik adalah suatu tahap penelitian yang dilakukan pada manusia setelah sebelumnya dilakukan pada binatang. Ada tiga fase uji klinik, sebelum akhirnya dapat diterima dan diterapkan pada manusia. Setelah beredar pun, tetap dilakukan uji klinik fase empat untuk mengetahui apakah memang benar bermanfaat dan aman setelah digunakan secara luas oleh masyarakat.

Ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji klinik, antara lain:
1. Peneliti harus seorang dokter yang berkompeten di bidang yang akan diteliti,
2. Semua subyek atau pasien harus mempunyai masalah dengan latar belakang yang sama,
3. Subyek atau pasien harus diberitahu dan mengerti bahwa ini dalam rangka penelitian, bukan telah resmi sebagai obat atau cara pengobatan. Untuk ini harus jelas tertulis pada Surat Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent),
4. Diperlukan juga Kelayakan Etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian. Uji klinik seharusnya dimulai setelah Kelayakan Etik diterima, bukan sebelumnya.

Peneliti uji klinik haruslah orang yang berkompeten secara ilmiah dan profesi di bidangnya. Kalau menyangkut jantung, haruslah seorang dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah. Atau kalau uji klinik itu menyangkut juga bidang ilmu lain yang terkait, tepat sekali kalau di dalam tim peneliti uji klinik ada seorang spesialis di bidang itu. Apalagi saat ini di dunia kedokteran semakin jelas terlihat peranan interdisiplin beberapa spesialisasi kedokteran.    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline