Lihat ke Halaman Asli

Kompas.com

TERVERIFIKASI

Kompas.com

Bawaslu: Ada 40 Paslon Kepala Daerah Berpotensi Sengketa

Diperbarui: 22 Februari 2018   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Bawaslu Abhan Misbah seusai apel Panwaslu se-Jawa Tengah, di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Rabu (14/2/2018).

MAGELANG, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebutkan, ada sekitar 40 bakal calon kepala daerah yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sehingga berpotensi sengketa. Mereka bisa menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena dinyatakan tidak lolos mengikuti pilkada di daerah masing-masing.

"Dari 569 pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota, ada sekitar 40 pasangan calon yang berkasnya dinyatakan TMS. Maka, saya katakan itu berpotensi sengketa," kata Ketua Bawaslu Abhan Misbah seusai apel pengawas pemilu di Taman Lumbini, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (14/2/2018).

Abhan mengatakan, gugatan ke Panwaslu bisa dilakukan sesuai tingkatannya, baik Panwaslu Kabupaten/Kota maupun Bawaslu Provinsi. Pengajuan gugatan akan dilayani selama tiga hari sejak penetapan pasangan calon kepala daerah pada Senin (12/2/2018).

"Batas waktunya tiga hari, sampai besok (15/2/2018). Tapi, sampai hari ini belum ada yang mengajukan sengketa. Setelah (sengketa) diregistrasi, kami punya waktu 12 hari untuk menyelesaikan putusan," jelas Abhan.

Baca juga: Bawaslu dan Facebook Samakan Persepsi soal Ujaran Kebencian

Lebih lanjut, Abhan merincikan sejumlah daerah yang berpotensi sengketa, antara lain Sumatera Utara, Kapuas, dan Maluku Utara. Kendati demikian, dari segi keamanan, daerah-daerah yang berpotensi tersebut masih tergolong kondusif.

"Saya kira aparat keamanan sudah mengantisipasi, dan sampai hari ini alhamdulillah di wilayah yang dinyatakan TMS masih kondusif," katanya.

Pada kesempatan itu, Abhan mengingatkan kepada paslon untuk tidak melakukan money politics dan politisasi SARA. Apabila ada yang terbukti melakukan praktik itu secara terstruktur, sistematis, dan masif, maka ada ancaman hukuman pidana hingga disikualifikasi.

Dia pun mengimbau seluruh masyarakat dan stakeholder untuk mengampanyekan stop politik uang dan politisasi SARA. Praktik-praktik ini menjadi awal pembentukan pemerintahan yang koruptif.

Baca juga: Bawaslu Ingatkan Ada Ancaman Diskualifikasi jika Sumber Dana Kampanye Tak Jelas

“Aksi money politics adalah embrio dari berbagai kasus korupsi yang terjadi di berbagai daerah sehingga perlu adanya peran masyarakat dan stakeholder untuk terus mengampanyekan stop money politics atau politik transaksional,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline