KOMPAS.com - Kasus wabah difteri yang terjadi di penghujung tahun 2017 disebut sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Mohamad Subuh, menyebut difteri yang terjadi tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya.
Salah satunya karena pengidap difteri tidak hanya terjadi pada anak-anak saja, tetapi juga orang dewasa. Dalam catatan Subuh, korban difteri paling muda berumur 3,5 tahun dan usia paling tua 45 tahun.
Difteri bukanlah penyakit baru. Ia sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan telah mewabah di banyak negara. Ia juga disebut sebagai penyakit masa lalu sejak difteri diperkenalkan pada tahun 1920-an dan 1930-an.
Baca Juga: Kemenkes: Difteri Tahun Ini Luar Biasa
Namun, penyakit masa lalu ini kembali pada 2017. Selain Indonesia, negara lain yang terserang wabah difteri pada tahun ini adalah Bangladesh dan Yaman. Untuk kedua negara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengirimkan antitoksin.
"Sangat mengejutkan bahwa pada 2017, ada anak-anak yang meninggal karena penyakit kuno yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin dan mudah ditangani," ujar perwakilan WHO, Dr Nevio Zagaria dikutip dari NPR, Jumat (8/12/2017).
Apa itu penyakit difteri?
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini dapat hidup di beberapa orang tanpa menunjukkan gejala.
Oleh karena itu, ia dinamakan tipe Typhoid Mary, yakni kondisi di mana seseorang tidak sadar sudah memiliki bibit bakteri tersebut.
Seperti flu, difteri menyebar lewat udara, terlebih saat ada orang yang sedang batuk atau bersin. Jika pada anak-anak, mereka dapat terjangkit karena mainannya yang telah terkontaminasi.