JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dikecam negara-negara dunia, khususnya negara Islam.
Peneliti terorisme dari the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya berpendapat, kebijakan itu berpotensi menjadi stimulan bagi lahirnya kemarahan.
"Kebijakan itu melukai nalar dan hati umat Islam sedunia. Itu mempertajam eksistensi penjajahan Israel atas tanah Palestina," ujar Harits melalui keterangan pers, Kamis (7/12/2017).
Baca: Din Syamsuddin Ajak Umat Beragama Tolak Sikap AS Terkait Jerusalem
"Kebijakan itu berpotensi memunculkan kemarahan dunia Islam. Tidak terkecuali yang datang dari kelompok yang dianggap radikal," lanjut dia.
Harits khawatir kemarahan dengan segala wujud ekspresi itu cepat atau lambat bakal hadir di penjuru dunia, khususnya di Palestina sendiri. Targetnya, tentu saja simbol Amerika Serikat.
Ia juga mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk siaga. Selain negara dengan berpenduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia juga masih menjadi tempat kelompok Islam radikal berkegiatan.
"Di Indonesia, potensi umat Islam akan bereaksi keras juga terbuka lebar," kata Harits.
"Kebijakan Trump ini sulit dan bisa menjadi bom waktu yang bisa mengoyak kedamaian yang menjadi impian banyak pihak, terutama di Indonesia," lanjut dia.
Kuncinya, ada pada arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo merespons isu Jerusalem ini. Harits berpendapat, Indonesia harus merespons isu ini dengan tepat, hati-hati, dan tidak mengurangi ketegasan terhadap hal yang prinsipil.
Baca juga: PBNU Anggap Pengakuan AS atas Jerusalem Ganggu Stabilitas Perdamaian Dunia