KOMPAS.com - Saat erupsi, Gunung Agung menyemburkan beragam senyawa, termasuk gas Sulfur Dioksida (SO2)dan karbon Dioksida (CO2).
Diberitakan Kompas.com pada Rabu (28/11/2017), Kasubid Mitigasi Wilayah Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil, mengutarakan bahwa semburan gas SO2 dan CO2 tercatat sudah mencapai ribuan ton.
"Jika dirata-ratakan, sejak terjadinya letusan freatik pada Selasa (21/11/2017), setiap harinya terdapat 3.000 ton SO2 yang disemburkan. Aspek Geokimia SO2 2.000-3.000 per hari. Hal ini mengindikasikan posisi magma di kedalaman dangkal," katanya.
Devy menambahkan gas SO2 dapat terekam apabila magma telah sampai ke permukaan. Terekamnya lontaran gas dalam jumlah besar juga mengindikasikan potensi letusan yang akan terus terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga:Erupsi Gunung Agung Berubah Jadi Freatomagmatik, Apa Artinya?
Lantas, seberapa besar dampak semburan gas itu?
Ahli geologi Simon Carn dari Universitas Cambridge lewat akun Twitter-nya @simoncarn mengungkap, jika yang dimaksud adalah dampak cuaca dan iklim, maka "Jumlah itu tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi cuaca. Dan posisinya tidak di stratosfer."
Ia mengatakan, dari pantauan satelite milik NASANPP, pada tanggal 29 November, emisi SO2 masih di bawah 10.000 ton.
Penjelasan Simon tersebut mendapat tanggapan dari sejumlah orang dan menanyakan kondisi terkini dari Gunung Agung.
Simon menjelaskan secara detail dari hasil pengamatannya.