KOMPAS.com – Kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, meninggal dunia dalam pertandingannya dengan Semen Padang FC.
Choirul mengalami benturan dengan rekan satu timnya, Ramon Rodgrogues dan penyerang Semen Padang, Marcel Sacramento.
Kasus meninggalnya Choirul menjadi sorotan publik. Di tengah detail sebab meninggalnya yang belum diungkap jelas, publik memberi komentar pertolongan pertama pada Choirul.
Terlepas dari sebab yang belum jelas dan perdebatan tentang pertolongan pertama, ada pelajaran penting bagi dunia olahraga Indonesia terkait insiden ini.
Dr dr Tri Maharani, Kepala Instalasi Gawat Darurat di RS Dungus, Madiun, Jawa Timur mengatakan, keterampilan tim medis olahraga di Indonesia belumlah dapat dikatakan baik.
Penanganan dalam keadaan darurat masih belum memenuhi standar.
“Kita tidak punya alat pijat jantung yang bagus sehingga kalau ada kasus emergency, penanganannya kurang," kata Tri.
"Piat jantung tangan biasa bisa tapi kalau pertandingan besar gitu seharusnya pakai alat," imbuhnya.
Tri bercerita tentang kasus Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Deerah Kota Batu, Achmad Suparto yang meninggal dunia saat bermain futsal.
Suparto terkana serangan jantung di tengah pertandingan dan tidak mendapat pertolongan pertama dengan benar.
Untuk itu, menurut Tri, tim medis dalam pertandingan tidak hanya diisi orang yang punya keahlian terkait patah tulang, tetapi juga anggota medis dan alat pijat jantung.