Lihat ke Halaman Asli

Kompas.com

TERVERIFIKASI

Kompas.com

Menurut Mahfud MD, Pengusul Hak Angket E-KTP Bisa Dijerat Pidana

Diperbarui: 3 Mei 2017   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD di Gedung KPK Jakarta, Kamis (2/3/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Mahfud MD mengatakan, lembaga atau orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya untuk menghalang-halangi proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dikenakan pidana.

Hal itu diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dalam hal pengajuan hak angket, Mahfud menganggap pengusul hak angket itu bisa saja dijerat pasal tersebut.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai, agak sulit untuk memungkiri bahwa inisiatif hak angket tersebut tidak ditujukan untuk mengganggu proses penyidikan yang sedang ditangani KPK saat ini, terutama menyangkut mega korupsi E-KTP.

"Apalagi ada unsur pimpinan yang dicurigai terlibat. Jadi, sebenarnya lebih tepat hak angket khusus E-KTP dengan topeng sprindik (Surat Perintah Penyidikan), dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan)," kata Mahfud di Jakarta, Selasa (2/5/2017).

(Baca: Drama Rapat Paripurna DPR Loloskan Hak Angket KPK...)

Mahfud lebih lanjut menuturkan, unsur pimpinan DPR tersebut tak lain ialah Ketua DPR Setya Novanto. Setya Novanto sebagaimana diketahui dicekal ke luar negeri selama enam bulan, setelah berstatus sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

Kejanggalan juga dilihat oleh Mahfud mengenai tema hak angket. Biasanya tema hak angket hanya satu tema, misalkan hak angket kasus Century, atau hak angket kasus BLBI.

"Ini, tiga tema sekaligus. (Kata pengusul) Kami hanya fokus ke LHP, sprindik yang bocor, plus kebetulan E-KTP. Saya curiga jangan-jangan masalah E-KTP yang menjadi fokus, apalagi ada unsur pimpinan yang dicurigai terlibat," kata dia.

(Baca: Fahri Hamzah Sebut Hak Angket Bisa Diajukan untuk KPK, Ini Alasannya)

Dalam Pasal 21 UU Tipikor disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun, dan atau dengan paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 600 juta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline