KOMPAS.com - Kepulauan Faroe kekurangan populasi perempuan. Kondisi ini mendorong pria-pria di sana mencari istri dari tempat yang jauh, Thailand dan Filipina khususnya.
Namun bagaimana rasanya bagi para perempuan yang menukar cuaca tropis dengan kepulauan yang sangat berangin ini?
Saat Athaya Slaetalid pertama kali pindah dari Thailand ke Kepulauan Faroe, musim dingin bertahan selama enam bulan.
Dia harus duduk di depan pemanas sepanjang hari. Maklum, kepulauan yang terdiri 18 pulau ini, terletak di antara Norwegia dan Islandia.
"Orang-orang mengajak saya untuk ke luar karena matahari sedang bersinar, namun saya mengatakan, 'tidak! tinggalkan saya sendiri, saya kedinginan'," ucapnya.
Awalnya, hijrah ke tempat ini sejak enam tahun yang lalu merupakan hal berat bagi Athaya.
Dia bertemu suaminya, Jan, ketika pria itu bekerja dengan seorang teman yang memulai usaha di Thailand.
Jan sudah tahu bahwa akan sangat menantang bagi Athaya untuk pindah ke Kepulauan Faroe.
"Saya khawatir karena apa yang dia tinggalkan dan apa yang dia tuju sama sekali berlawanan," kata Jan.
"Namun saya mengenal Athaya, dan saya tahu dia akan mengatasinya."
Ada lebih dari 300 perempuan dari Thailand dan Filipina yang saat ini tinggal di Kepulauan Faroe.