Lihat ke Halaman Asli

Ban Gundul dan Rokok

Diperbarui: 3 September 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kalau anda memiliki sepeda motor yang tiap hari dipakai ke kantor, dan sekarang bannya telah “gundul”, apa yang anda lakukan? Bila sisa uang belanja masih cukup, maka Anda beli ban baru. Kalau uang tidak cukup, ke vulkanisir, agar kembangan ban ada lagi. Mengapa? Karena kita tahu bahwa ban gundul berisiko menyebabkan kecelakaan yang bisa bisa fatal akibatnya.

Bagaimana kalau ban gundul tidak segera diganti?  Tergantung! Apakah sepeda motornya akan dipakai atau tidak. Kalau sepeda motor tidak akan digunakan ya tidak segera diganti tidak apa-apa. Bahkan ban gundul sendiri kalau dibiarkan juga tidak berbahaya. Nah, apakah sepeda motor dengan ban gundul akan otomatis mencelakakan pengendaranya? Ya, belum tentu. Tergantung cara memakainya. Kalau sepeda motor didorong atau meminjam istilah jawanya ‘dituntun’ ya tidak bahaya. Atau dikendarai tetapi  pada jalur khusus dan pelan-pelan juga tidak akan mendatangkan bahaya. Atau dengn istilah statistik risikonya sangat kecil, mungkin kurang dari 10%. Demikian juga sebaliknya bila dikendarai di jalan raya, di jalan beraspal yang mulus, risiko kecelakaan meningkat, apalagi kalau musim hujan maka risiko mengalami kecelakaan bisa lebih 90%. 

ROKOK SEBAGAI FAKTOR RISIKO

Lalu apa hubungan antara ‘ban gundul’ dengan ‘rokok’?.  Selama ini kita disuguhi dengan pernyataan kampanye anti rokok yang tidak begitu diindahkan oleh masyarakat. Karena memang tidak cocok dengan kenyataan yang dilihat dan dialami oleh masyarakat perokok. Kalimat-kalimat kampanye anti rokok yang sering kita baca, seperti ‘Rokok penyebab Kanker Paru’, ‘Rokok penyebab Impotensi’ dll, yang tidak pernah dialami oleh para perokok yang sudah bertahun-tahun sudah merokok dan tetap sehat-sehat saja. Bahkan perokok mudapun bisa berkilah bahwa dia punya kakek yang merokok sejak muda dan sampai sekarang masih sehat serta masih ‘OK’!. Antara kenyataan dan teori terdapat ketidakcocokan. Saya sebut kalimat-kalimat kampanye anti rokok sebagai ‘teori’, karena kalimat-kalimat tersebut tentunya bukan asal-asalan tetapi berdasar hasil penelitian epidemiologik yang sudah teruji bermakna secara statistik.

Nah bagaimana menjelaskan kedua fenomena yang kelihatannya saling bertentangan tersebut?.  Maka dari itu judul ini dibuat. Bahwa sebenarnya rokok, atau kebiasaan merokok, atau lebih tepatnya asap rokok sebenarnya hanya faktor risiko, bukan faktor penyebab berbagai penyakit yang sering diutarakan dalam kampanye anti rokok.  Kenyataan memang demikian. Berbeda misalnya dengan kuman tuberkulosis yang menyebakan seseorang sakit TB, atau virus HIV yang menyebabkan orang yang tertular bisa menderita AIDS. Akan tetapi di dunia kedokteran ada istilah “etiologi” yang kalau diterjemahkan secara harfiah berarti ‘penyebab suatu penyakit’, maka rokok dikenal didunia kedokteran sebagai salah satu etiologi kanker paru, PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) dan penyakit jantung koroner. Kalau ada mahasiswa kedokteran kalau ditanyakan apa penyebab kanker paru, kemudian dijawab rokok, maka saya sebagai dosennya juga tidak bisa menyalahkan. Apalagi kalau mahasiswa tersebut dapat menjawab apa faktor risiko kanker paru, kemudian dijawab : laki-laki berumur 40 tahun, perokok dan bekerja pada pabrik kimia tertentu. Nilai untuk jawaban tersebut adalah 100! 

Antara faktor penyebab dan faktor risiko akan menjadi kabur manakala nilai faktor risiko tersebut  sangat besar. Berapa besar faktor risiko rokok pada kanker paru? Hasil berbagai penelitian yang pernah dilakukan memberikan angka rata-rata sebesar 85%, artinya rokok bertanggung jawab pada kejadian sebanyak 85% pasien kanker paru. Secara lebih sederhana, dan ini juga kenyataan bahwa dari 10 pasien kanker paru, sekitar 8 sampai 9 orang ternyata mempunyai kebiasaan  merokok. Seorang polisi lalulintas yang sedang bertugas menyelidiki kecelakaan tunggal sepeda motor, kalau ditanya apa penyebab kecelakaan sepeda motor yang ngebut, saat hujan dan ternyata ban sepeda motor tersebut sudah gundul. Tanpa berpikir panjang akan dinyatakan bahwa penyebab kecelakaan tungal tersebut  adalah ban gundul.

Kalau dinyatakan bahwa rokok bertanggung jawab sebanyak 85% terjadinya kanker paru, maka sisa 15% apa? Ya faktor risiko lain dapat berupa bahan-bahan kimia, zat radioaktif misalnya bom atom atau sinar X, radon (bahan radioaktif alamiah yang ada dalam perut bumi yang dapat memancar melalui celah-celah tegel), bahan tambang tertentu, faktor genetik, zat kimia atau bahan pewarna dalam makanan, dan atau juga nutrisi yang kurang mengandung zat gizi beta-karoten. Akhir-akhir ini diumumkan oleh WHO sudah terbukti bahwa polusi udara adalah salah satu faktor risiko kanker paru. Dengan demikian dapatlah dijelaskan bahwa mereka yang terkena kanker paru dan bukan perokok, misalnya perempuan-perempuan yang menderita kanker paru, selain sebagai perokok pasif, maka faktor-faktor tersebutlah yang ikut bertanggung jawab.

Dr. Achmad Hudoyo Sp.P, Pengurus Bidang Pengembangan Dukungan Medik Komnas Pengendalian Tembakau

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline